Tak Bisa ke Pesantren? Tenang, Ada Ngaji Fasolatan dari Kemenag!
- https://www.instagram.com/p/C-DZk2Bv5jI/?img_index=1&igsh=MWJmbnI0bGczZW9sbA==
Jakarta, VIVA Bali – Di tengah kesibukan hidup modern dan keterbatasan akses ke lembaga pendidikan agama, banyak masyarakat Indonesia yang sebenarnya ingin belajar shalat tapi tak tahu harus mulai dari mana. Menjawab kebutuhan ini, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam meluncurkan inisiatif baru bernama Ngaji Fasolatan program edukasi shalat yang sederhana, aplikatif, dan menyentuh makna spiritual ibadah.
Dikutip dari Antara, program ini disusun dalam bentuk kurikulum, silabus, dan modul pembelajaran, yang dirancang untuk menjangkau semua kalangan, dari anak muda hingga para orang tua yang baru belajar shalat. Penyusunannya berlangsung di Jakarta pada 7–9 Agustus 2025 melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan akademisi, praktisi pendidikan Islam, dan perwakilan dari organisasi keagamaan seperti PBNU.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Arsad Hidayat, menjelaskan bahwa modul Ngaji Fasolatan tidak hanya berisi teknis gerakan shalat, melainkan juga pemahaman mendalam tentang nilai dan hikmah di baliknya. Mulai dari tata cara wudhu, tayamum, shalat, hingga menjadi imam dan makmum, semua dikemas dalam format yang mudah dipahami oleh masyarakat umum.
“Banyak orang tua yang ingin belajar shalat tapi tidak tahu harus ke mana. Tidak semua bisa pergi ke madrasah atau pesantren. Kita hadir untuk mereka, dengan solusi yang kontekstual dan membumi,” ujar Arsad, Jumat, 8 Agustus 2025.
Ia juga menambahkan bahwa shalat yang benar bukan hanya diukur dari gerakan atau bacaan, tetapi juga harus tercermin dalam perilaku sosial dan akhlak seseorang.
Sebagai kelanjutan dari peluncuran program pada 24 Juni 2025, Kemenag akan mengadakan pelatihan nasional (coaching) bagi 100 fasilitator Ngaji Fasolatan pada bulan September mendatang. Program ini akan didorong langsung ke akar rumput melalui koordinasi dengan Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) dan Lembaga Takmir Masjid (LTM) daerah di seluruh Indonesia.
Kepala Subdirektorat Kemasjidan, Akmal Salim Ruhana, menegaskan bahwa program ini bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan gerakan pendidikan ibadah yang terstruktur dan berkelanjutan.
“Kami ingin menjadikan modul Fasolatan sebagai rujukan nasional. Tidak hanya bagi penyuluh agama, tetapi juga untuk masyarakat yang ingin memperbaiki atau menyempurnakan pemahaman tentang ibadahnya,” ujar Akmal.
Dengan hadirnya Ngaji Fasolatan, kini belajar shalat bukan lagi hal yang rumit atau eksklusif. Kemenag memastikan bahwa materi yang disusun akan sederhana, mudah dimengerti, dan aplikatif untuk berbagai usia dan latar belakang.
Program ini sekaligus menjadi langkah strategis dalam membentuk masyarakat yang tidak hanya taat secara ritual, tetapi juga berakhlak dan beretika dalam kehidupan sosialnya.
Ngaji Fasolatan menjadi harapan baru: bahwa tak ada kata terlambat untuk belajar ibadah, dan semua orang berhak memahami jalan menuju Tuhannya.