Mendikdasmen Larang Anak Main Roblox, PB E-Sports Serukan Peran Orang Tua
- Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Jakarta, VIVA Bali –Game populer Roblox kembali menuai sorotan dan menjadi perbincangan publik setelah disebut-sebut akan terancam diblokir oleh pemerintah. Hal ini bermula dari pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, yang mengingatkan bahaya konten kekerasan dalam game tersebut kepada para murid SD.
Saat meninjau program Cek Kesehatan Gratis di SDN Cideng 2, Jakarta Pusat, pada Senin 4 Agustus 2025, Abdul Mu'ti menyebut bahwa anak-anak sebaiknya tidak bermain gim yang mengandung unsur kekerasan atau kata-kata kasar, termasuk salah satunya game Roblox. “Yang main blok-blok itu jangan main, karena itu tidak baik,” ujarnya, seperti dikutip dari tvonenews.com, Rabu 6 Agustus 2025.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Pengurus Besar E-Sports Indonesia (PB ESI) angkat bicara. Mereka tidak secara langsung menyarankan pemblokiran, namun lebih menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi game yang dimainkan anak.
Wakil Ketua Bidang Kompetisi PB ESI, Glorya Famiela Ralahallo, menyarankan agar orang tua memeriksa rating usia, fitur interaksi seperti chat global, potensi pembelian dalam aplikasi, dan konten kekerasan seksual dalam game, agar anak-anak tidak terpapar informasi yang belum pantas mereka pahami di usia dini.
“Tujuannya agar anak terhindar dari hal yang belum perlu diserap di usianya,” kata Glorya, dikutip dari ANTARA, Selasa 5 Agustus 2025.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi apakah pemblokiran Roblox benar-benar akan dilakukan. Namun isu ini mencuat di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap dampak kecanduan game online di kalangan pelajar, termasuk maraknya kasus perilaku menyimpang yang diduga dipicu konten tidak pantas dalam permainan digital.
Roblox sendiri merupakan game multiplatform yang sangat digandrungi anak-anak hingga remaja, karena memungkinkan pemain membangun dunia virtual sendiri dan berinteraksi dengan pemain lain secara online. Namun, kebebasan ini juga berpotensi membuka celah untuk penyalahgunaan.
Sebagai langkah preventif, masyarakat diimbau untuk lebih selektif dalam memilih permainan digital bagi anak dan terus mendampingi mereka saat bermain, baik melalui ponsel maupun komputer.