Riza Chalid Mangkir Lagi, Pemerintah Siap Kawal Kasus Korupsi Pertamina
- VIVA News & Insight
Jakarta, VIVA Bali –Istana Kepresidenan menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus mega korupsi minyak mentah yang diduga merugikan negara hingga Rp285 triliun. Kasus ini menyeret nama pengusaha Riza Chalid, yang disebut sebagai aktor utama skema ilegal penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Merak.
Hingga saat ini, Riza Chalid telah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik Kejagung. Menanggapi hal tersebut, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi memastikan bahwa pemerintah siap memback-up Kejagung secara penuh, termasuk dalam urusan pelacakan keberadaan tersangka yang dikabarkan berada di luar negeri, khususnya Malaysia.
"Kalau pemerintah jelas, bagian dari tugasnya ya mem-back up penuh apa yang Kejaksaan Agung butuhkan," ujar Prasetyo kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 5 Agustus 2025, sebagaimana dikutip dari tvonenews.com.
Ia juga menegaskan bahwa komunikasi antara pemerintah dan Kejagung terus berlangsung, termasuk terkait pengembangan informasi keberadaan Riza. "Upaya komunikasi ada, tapi tentu kita kembalikan ke aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan," tambahnya.
Riza Chalid dikenal luas sebagai tokoh besar di industri perminyakan nasional. Ia diduga menjadi beneficial owner dari sejumlah perusahaan yang terlibat dalam penyewaan terminal BBM secara tidak sah, yakni PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak.
Penyidikan mengungkap bahwa Riza menjalin kesepakatan gelap dengan sejumlah eks petinggi Pertamina, antara lain Hanung Budya Yuktyanta (mantan Direktur Pemasaran dan Niaga), Alfian Nasution (mantan VP Supply & Distribusi), dan Gading Ramadhan Joedo (mantan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).
Kesepakatan bisnis tersebut disebut melanggar prosedur internal Pertamina karena dilakukan di saat perusahaan tidak membutuhkan tambahan kapasitas penyimpanan BBM. Akibatnya, negara menderita kerugian sangat besar dan memperpanjang daftar kasus korupsi migas yang belum tuntas diselesaikan.