Di Buleleng, Ratusan Siswa SMP Ikuti Tes IQ Akibat Fenomena Tak Bisa Baca-Tulis

Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra pantau tes IQ siswa SMP
Sumber :
  • Dok. Humas Pemkab Buleleng/ VIVA Bali

Buleleng, VIVA Bali –Sebanyak 375 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjalani tes kecerdasan (IQ) yang digelar di SMP Negeri 1 Singaraja pada Rabu, 7 Mei 2025.

Miris! Anak Usia Dini di Buleleng Rawan Terpapar Konten Negatif di TikTok

Langkah drastis ini diambil Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng sebagai respons atas fenomena mencengangkan, yakni masih banyak siswa SMP yang kesulitan membaca dan menulis.

Kerja sama dengan Yayasan Pradnyagama Pusat Denpasar ini menjadi sinyal keprihatinan mendalam atas kualitas literasi di tingkat pendidikan menengah pertama. 

Kisah Haru Penjaga Bendungan, 18 Tahun Mengabdi Kini Berjuang Jadi ASN di Buleleng

Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra, dan Wakil Bupati Gede Supriatna bahkan turut hadir untuk memantau langsung proses asesmen yang melibatkan tujuh psikolog dan tim pendamping.

Bupati Sutjidra menjelaskan bahwa hasil tes IQ ini bukan sekadar angka. Lebih dari itu, hasil asesmen akan digunakan untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan kendala membaca dan menulis. Rekomendasi individual akan disusun berdasarkan klasifikasi kemampuan siswa, termasuk kemungkinan adanya indikasi retardasi mental.

Keindahan Tersembunyi Pantai Bias Tugel di Karangasem, Bali

"Kita prihatin dengan adanya temuan siswa SMP yang masih kesulitan dalam hal mendasar seperti membaca dan menulis," ujar Bupati Sutjidra dengan nada serius. "Tes IQ ini menjadi salah satu cara untuk memahami kondisi mereka secara lebih mendalam dan memberikan intervensi yang tepat," imbuhnya.

Langkah ini juga menjadi alarm bagi sistem pendidikan di Buleleng. Pemkab berencana untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mendorong pelaksanaan asesmen kemampuan dasar (calistung) dan IQ sejak kelas 4 SD. 

"Tujuannya adalah untuk mendeteksi dini potensi masalah belajar sebelum siswa menginjak bangku SMP, " jelas Bupati Sutjidra.

Retno Indaryati Kusuma, pendiri Yayasan Pradnyagama, membenarkan adanya temuan sejumlah siswa SMP yang belum menguasai kemampuan literasi dasar. Observasi awal bahkan mengarah pada dugaan adanya siswa dengan disabilitas intelektual dan gejala disleksia.

"Tes IQ menjadi penting untuk membedakan apakah kesulitan belajar disebabkan oleh keterbatasan intelektual atau faktor lain seperti disleksia. Jika skor IQ di bawah 80, kemungkinan ada hambatan intelektual. Namun, jika di atas itu, masalahnya bisa jadi disleksia yang seringkali tidak terdeteksi sejak awal," ujar Retno. 

Retno juga menekankan perlunya penyediaan kelas inklusi di sekolah, guna memastikan anak-anak dengan kebutuhan khusus tetap mendapat pendidikan yang sesuai kemampuan mereka.

Fenomena ini menyoroti pentingnya deteksi dini dan intervensi yang tepat bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar. 

"Pemkab Buleleng berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil tes ini dengan berbagai kebijakan, termasuk penunjukan penanggung jawab khusus di sekolah, penandatanganan pakta integritas oleh kepala sekolah terkait inklusi, dan pengembangan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa," kata Bupati Sutjidra.