Pakar Hukum: Denda Rp 2 Juta Kepada Pengantin Anak di Lombok Tengah Masuk Pungli

Pakar hukum Universitas Mataram Joko Jumadi.
Sumber :
  • Ida Rosanti/VIVA Bali

Lombok Tengah, VIVA Bali – Pakar hukum menilai bahwa pemberian denda bagi siswa yang menikah dini di Kabupaten Lombok Tengah masuk tindak pidana pungutan liar (pungli). Pemberian sanksi itu tetap melanggar hukum meski ada kesepakatan dengan komite sekolah atau orang tua siswa yang menjadi dasar sekolah untuk menarik uang denda sebesar Rp 2 juta tersebut.

Tiga Jabatan Kosong, Pemdes Senggigi Bentuk Panitia Seleksi Perangkat Desa

"Tidak bisa (kesepakatan dengan komite jadi dasar). Itu tetap masuknya pungli. Tidak ada regulasinya," kata Joko Jumadi, pakar hukum sekaligus Direktur Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram, Selasa, 17 Juni 2025.

Dia mengatakan, kalau tim saber Pungli masih ada, pemberian denda kepada siswa yang menikah dini pasti akan jadi atensi.  Pihak sekolah, lanjutnya, bisa terkena masalah hukum karena menarik uang denda tanpa ada landasan hukum yang kuat.

Apel Perdana Usai Haji, Bupati Lobar Tekankan Sinergi dan Optimalisasi PAD

Kalau di tingkat desa, pemberian denda bagi pelaku pernikahan anak bisa dilakukan melalui awik-awik atau aturan adat yang mengatur hal itu. Namun di tingkat sekolah hal itu tidak bisa diberlakukan. Kalau tujuan denda itu untuk memberikan efek jera, sanksi yang ditetapkan bisa hal lain asalkan tidak dalam bentuk uang.

"Banyak yang ingin menyelesaikan masalah dengan masalah, salah satunya ingin menyelesaikan persoalan pernikahan anak di usia sekolah dengan cara mendenda. Kalau mau berikan hukuman, jangan seperti itu, misalnya kalau mau menikah, syaratnya hafal ayat Al Qur'an 3 juz. Itu mungkin tidak ada risiko hukum," tandas Joko.

Monitoring ILP di Perampuan, Sinergi Dikes dan Puskesmas Hadirkan Layanan Kesehatan Lebih Baik

Diketahui, SMY (14), pengantin perempuan yang viral di Lombok Tengah beberapa waktu lalu harus membayar denda kepada pihak sekolah sebesar Rp 2 juta karena menikah di usia dini. Siswi SMPN 1 Praya Timur tersebut masih duduk di bangku kelas VII  ketika menikah dan sempat membuat heboh media masyarakat luas.

Kepala SMPN 1 Praya Timur Abdul Hanan mengatakan, denda yang diterapkan kepada SMY dilakukan untuk memberikan efek jera sehingga tidak dicontoh oleh siswa-siswi lain. Uang denda tersebut sudah diterima oleh pihak sekolah yang diserahakan oleh Kadus tempat SMY tinggal dan dipergunakan untuk memperbaiki fasilitas sekolah. 

"Kita kenakan denda besarannya Rp 2 juta itu digunakan untuk melengkapi fasilitas sekolah," terang Abdul Hanan.

Adapun penarikan uang denda itu dilakukan karena sudah ada kesepakatan dengan komite sekolah atau orang tua siswa yang sudah disosialisasikan dan selalu diperbaharui setiap tahun ajaran baru.