Trauma Masa Lalu Dapat Memicu Perceraian? Begini Penelitiannya
- https://www.pexels.com/id-id/foto/pasangan-hubungan-cinta-meja-8560427/
Kesehatan, VIVA Bali – Apakah pengalaman traumatis masa lalu bisa memengaruhi kelanggengan pernikahan? Sebuah studi lintas negara yang baru saja dipublikasikan dalam Discover Psychology menjawab pertanyaan tersebut secara gamblang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa trauma masa lalu seseorang, mulai dari kekerasan hingga pengkhianatan, ternyata berperan besar dalam keretakan rumah tangga.
Penelitian berjudul “Impacts of Traumatic Lifetime Event on the Likelihood of Divorce” ini ditulis oleh Mahdi Rezapour, peneliti independen dari Amerika Serikat, dan melibatkan data dari lebih dari 1.700 responden di tujuh negara, termasuk Indonesia.
Dampak Trauma terhadap Pernikahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak trauma terhadap pernikahan sangat signifikan. Individu yang mengalami pengalaman traumatis, seperti kekerasan seksual, kekerasan emosional, kecelakaan serius, atau perselingkuhan pasangan, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami perceraian dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat serupa. Khususnya, responden yang:
1. Pernah mengalami hubungan seksual non-konsensual,
2. Menjadi korban kekerasan rumah tangga,
3. Melihat perceraian orang tua saat kecil,
4. Pernah diselingkuhi pasangan,
5. Menderita cedera berat atau cacat akibat kecelakaan, tercatat sebagai kelompok dengan risiko perceraian tertinggi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa trauma dan perceraian saling terkait dalam siklus yang tak selalu disadari.
Penjelasan Psikologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan Shattered Assumption Theory, yang menyatakan bahwa pengalaman traumatis menghancurkan keyakinan dasar seseorang tentang dunia: bahwa dunia itu aman, adil, dan dapat dikendalikan. Trauma mengganggu persepsi terhadap pasangan, memicu kecemasan berlebihan, dan menyebabkan seseorang sulit membangun kepercayaan dalam pernikahan.
Inilah sebabnya mengapa kesehatan mental dan hubungan pasangan menjadi penting untuk dijaga, terutama bagi individu yang memiliki riwayat trauma masa lalu.
Fakta Ilmiah yang Ditemukan
Beberapa temuan penting dari penelitian perceraian ini antara lain:
1. Wanita lebih rentan mengalami perceraian pasca trauma dibanding pria.
2. Usia saat menikah berpengaruh: semakin dewasa usia saat menikah, semakin kecil kemungkinan bercerai.
3. Kualitas hidup subjektif (subjective well-being) dapat menekan risiko perceraian.
4. Trauma masa kecil seperti menyaksikan perceraian orang tua terbukti meningkatkan kemungkinan mengalami perceraian serupa saat dewasa.
Dengan kata lain, penyebab perceraian tidak hanya soal ekonomi atau komunikasi, tetapi juga luka batin yang tak terlihat.
Terapi dan Edukasi Psikologis
Mahdi Rezapour merekomendasikan intervensi psikologis sebagai cara untuk memutus rantai dampak trauma terhadap hubungan rumah tangga. Beberapa pendekatan yang disarankan antara lain:
1. Cognitive Processing Therapy (CPT)
2. Terapi pranikah berbasis trauma
3. Psychoeducation video untuk pasangan
4. Terapi individu bagi korban kekerasan
Solusi ini penting, mengingat trauma masa kecil dan pengalaman traumatis lainnya bisa memicu pola relasi yang disfungsional.
Trauma dan perceraian ternyata memiliki keterikatan. Pada artikel ini diketahui bahwa luka psikologis yang belum selesai dapat menyebabkan perceraian. Dengan adanya penelitian tersebut, calon pengantin dan praktisi diharapkan dapat mengambil langkah pencegahan lebih dini guna menghindari perceraian..