Digital Anxiety, Gelisah Saat HP Tak di Tangan

Lifestyle, VIVA Bali – Pernah nggak, kamu merasa seperti “kehilangan arah” hanya karena lupa bawa HP? Rasanya tangan langsung gatal, kepala dipenuhi pikiran “ada yang nge-chat nggak ya?”, dan hati tak tenang sampai ponsel kembali dalam genggaman. Aneh? Tidak juga. Ini adalah fenomena yang kini dialami banyak orang, bahkan tanpa disadari—ketika keberadaan smartphone jadi penentu ketenangan batin. Selamat datang di era digital anxiety, di mana ketiadaan HP bisa menimbulkan kecemasan yang nyata.

Di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, gawai menjadi perpanjangan tangan manusia. Di Indonesia sendiri, rata-rata orang bisa menatap layar ponsel selama lebih dari 6 jam sehari. Tidak heran, ketika HP jauh dari genggaman, banyak orang merasa gelisah, hampa, atau bahkan panik tanpa alasan jelas. Gejala digital anxiety ini bisa muncul dalam berbagai bentuk: merasa HP bergetar padahal tidak, dorongan impulsif untuk mengecek notifikasi setiap menit, atau cemas berlebihan saat sinyal hilang atau baterai habis. Bahkan ada istilah yang mewakili kondisi ini: nomophobia, kependekan dari "no mobile phone phobia", yang pertama kali dikenal sejak 2008.

Fenomena ini kini semakin terasa nyata, terutama di kalangan generasi muda yang hidup berdampingan dengan teknologi sejak dini. Smartphone bukan lagi sekadar alat komunikasi, tetapi sudah menjadi bagian dari identitas, sumber validasi sosial, hiburan, hingga pelarian dari dunia nyata. Akibatnya, banyak orang merasa tidak aman atau tidak lengkap tanpa keberadaan HP di tangan mereka. Tak jarang pula kita merasa HP bergetar padahal tidak, atau secara impulsif membuka layar hanya untuk melihat apakah ada yang baru, meski tidak ada keperluan apa-apa.

Gejala digital anxiety muncul secara perlahan, sering kali tanpa disadari. Saat kita gelisah karena baterai hampir habis, panik karena sinyal hilang, atau bahkan kesal karena tidak bisa memeriksa media sosial beberapa jam saja, di situlah kecemasan digital mulai mengambil alih. Pada titik tertentu, perasaan ini bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga bisa menurunkan konsentrasi, merusak suasana hati, bahkan mengganggu hubungan dengan orang di sekitar kita. Dalam pertemuan sosial misalnya, seseorang bisa saja lebih fokus pada layar ponsel daripada lawan bicara yang ada di hadapannya.

Secara psikologis, kecanduan terhadap HP dan munculnya kecemasan digital sangat erat kaitannya dengan sistem kerja otak kita sendiri. Setiap kali muncul notifikasi, otak memproduksi hormon dopamin yang menciptakan rasa senang dan puas. Proses ini, yang disebut sebagai sistem reward, lama-kelamaan membentuk kebiasaan: kita menjadi ketagihan dengan notifikasi, bahkan jika tidak penting. Ketika ponsel tidak ada, aliran dopamin terhenti. Maka muncul rasa kosong, gelisah, dan tidak tenang.

Tak hanya itu, faktor sosial juga ikut memperburuk situasi. Banyak orang mengalami FOMO atau Fear of Missing Out, yaitu rasa takut ketinggalan informasi, kabar terbaru, atau tren di media sosial. Rasa ini mendorong seseorang untuk terus memeriksa HP meskipun tidak ada kebutuhan mendesak. Bahkan, aktivitas membuka HP tanpa alasan jelas—sekadar scroll media sosial atau membuka chat lama—bisa menjadi semacam pelarian dari tekanan emosional atau kebosanan.

Dampaknya terhadap kesehatan mental bisa sangat serius. Digital anxiety berkaitan erat dengan meningkatnya tingkat stres, gangguan tidur, kecemasan sosial, bahkan depresi. Seseorang yang terlalu tergantung pada HP bisa mengalami kesulitan tidur karena terpapar cahaya layar pada malam hari, sulit fokus saat bekerja, dan merasa terasing meskipun secara fisik berada di tengah banyak orang.

Halaman Selanjutnya

Namun, digital anxiety bukanlah kondisi yang tidak bisa diatasi. Langkah pertama adalah menyadari pola penggunaan HP kita sendiri. Menyusun jadwal penggunaan yang sehat, mengurangi notifikasi dari aplikasi-aplikasi yang tidak penting, serta menetapkan waktu “bebas gawai” dalam sehari bisa membantu mengurangi kecanduan. Mengisi waktu dengan aktivitas fisik seperti berolahraga, membaca buku, atau sekadar berjalan santai juga efektif dalam mengalihkan perhatian dari layar ponsel.