Ternyata Pola Asuh Zaman Dulu Bisa Timbulkan Luka Batin, Ini Penjelasannya

Ilustrasi orang tua yang sedang bermain dengan anak mereka.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/family-bonding-on-a-sunlit-sandy-beach-29702167/

Lifestyle, VIVA Bali – Bagi banyak anak muda saat ini, permintaan maaf dari orang tua adalah sesuatu yang langka atau bahkan tidak pernah datang. Padahal, di balik kebutuhan itu tersimpan harapan sederhana: dihargai, dimengerti, dan divalidasi secara emosional. Namun menurut seorang psikiater, luka itu tidak selalu muncul karena orang tua bersikap buruk. Bisa jadi, itu hanyalah akibat dari benturan dua budaya dalam pengasuhan keluarga.

Kenapa Kamu Harus Olahraga Saat Sedikit Lapar, Bukan Setelah Kenyang?

Hal tersebut diungkapkan oleh dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, psikiater asal Universitas Sebelas Maret Surakarta, saat peluncuran bukunya Pulih dari Trauma di Jakarta, Minggu (13/7). Ia menyatakan bahwa trauma antargenerasi yang banyak dialami saat ini seringkali lahir dari perbedaan cara berpikir dan berkomunikasi antara orang tua dan anak.

“Ada pergeseran budaya. Cara mereka meminta maaf berubah dengan cara kita berharap mereka meminta maaf. Tabrakan budaya ini yang menyebabkan trauma, bukan sekadar orang tua gak meminta maaf,” ujar Jiemi.

Digital Anxiety, Gelisah Saat HP Tak di Tangan

Pada masa lalu, orang tua tidak terbiasa menyampaikan permintaan maaf secara verbal. Alih-alih berkata langsung, mereka mengekspresikan penyesalan melalui tindakan seperti memasakkan makanan, memberi hadiah, atau sekadar bersikap lebih lembut keesokan harinya. Ini dianggap cukup dan wajar pada zamannya.

Namun seiring perkembangan zaman dan meningkatnya kesadaran emosional, generasi saat ini menuntut komunikasi yang lebih terbuka dan jujur, terutama ketika terjadi konflik. Anak-anak muda tidak lagi cukup dengan isyarat, mereka ingin mendengar pengakuan langsung: “Maaf, aku salah.”

Ternyata Trauma Bisa “Menular”! Ini Kata Pakar Kesehatan Mental

Ketika harapan itu tidak terpenuhi, banyak dari mereka merasa terluka, tidak dimengerti, bahkan kehilangan kepercayaan. Hal inilah yang menurut Jiemi menjadi akar dari banyak trauma emosional yang tidak disadari.

“Kita ngerasanya mereka gak pernah meminta maaf, kemudian kita jadi punya trauma karena orang tua saya tidak pernah meminta maaf. Padahal konteksnya gak sesederhana itu,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
img_title