Jangan Sekadar Ikutan Tren, Bekali Diri dengan Literasi Kripto!

Dibalik grafik naik turun, pahami risiko. Literasi kripto adalah kunci
Sumber :
  • Unsplash/Jakub Zerdzicki

Lifestyle, VIVA Bali – Minat Gen Z terhadap investasi kripto meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Akses mudah lewat aplikasi digital, pengaruh tren media sosial, dan narasi cepat untung membuat aset kripto jadi pilihan utama. Namun, tren ini juga dibayangi oleh risiko tinggi, rendahnya literasi keuangan, dan pengambilan keputusan yang didorong oleh FOMO (Fear of Missing Out).

3 Menu Bekal Kantor Praktis, Sehat dan Anti Ribet

Selain itu, studi dari jurnal dan data pemerintah mengungkapkan bahwa Gen Z banyak yang belum memahami dasar manajemen risiko, diversifikasi, dan regulasi yang mengatur aset digital. Untuk menjawab tantangan ini, dibutuhkan strategi edukasi yang tepat, pengawasan terhadap promosi di media sosial, dan peningkatan literasi keuangan sejak dini agar generasi ini tidak terjebak dalam pola investasi impulsif.

Gen Z dan Tren Investasi Kripto

Menurut data Kementerian Perdagangan, jumlah investor kripto di Indonesia mencapai lebih dari 9,5 juta pada 2021. Angka ini hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Kripto menjadi pilihan utama karena dianggap mudah diakses, tidak memerlukan modal besar, dan dianggap mengikuti arus zaman digital. Laporan Gen Z Investing Study (2023) juga mencatat bahwa lebih dari 56 persen Gen Z di AS sudah memiliki investasi, dan kripto adalah aset paling populer di antara mereka.

FOMO dan Media Sosial sebagai Pemicu

Berkebun di Teras, Urban Gardening yang Naik Daun

Salah satu faktor pendorong utama investasi kripto di kalangan Gen Z adalah FOMO. Karena rasa takut ketinggalan tren ini sering diperkuat oleh media sosial seperti TikTok dan YouTube. Studi Gen Z and Investing mengungkap bahwa sekitar 50 persen Gen Z mengaku pernah berinvestasi karena FOMO. Alasannya karena terpengaruh oleh narasi cepat kaya, testimoni viral, dan rekomendasi dari financial influencer.

Literasi Keuangan yang Masih Lemah

Meskipun melek teknologi, banyak Gen Z belum memahami dasar-dasar investasi. Penelitian dari International Journal for Multidisciplinary Research menunjukkan bahwa banyak dari mereka belum memahami pentingnya diversifikasi, manajemen risiko, hingga evaluasi aset. Di sisi lain, sebanyak 56 persen non-investor Gen Z menyebut kurangnya pengetahuan sebagai alasan utama belum berinvestasi.

Jadwal Full Moon 2025 di Bali, Rencanakan Liburan Penuh Cahaya

Sementara itu, hasil regresi dalam jurnal tersebut juga mengindikasikan bahwa literasi finansial memang berperan besar dalam meningkatkan kepercayaan diri berinvestasi. Namun, kepercayaan tanpa literasi justru bisa menjadi kelemahan, terutama ketika dihadapkan pada instrumen berisiko tinggi seperti kripto.

Risiko di Balik Popularitas Kripto

Kripto memang sah secara hukum di Indonesia, namun hanya sebagai komoditas, bukan alat pembayaran. Pengawasan dilakukan oleh Bappebti, bukan oleh OJK. Ini membuat kripto lebih dekat pada kategori spekulatif. Nilai kripto bisa naik turun drastis dalam waktu singkat. Contoh ekstrem adalah Bitcoin yang bisa naik hingga 1600 persen dalam setahun dan anjlok separuhnya hanya dalam beberapa bulan.

Laporan juga menunjukkan bahwa Gen Z lebih memilih kripto dibandingkan instrumen lain seperti saham atau reksa dana. Karena kripto dianggap lebih seru, cepat untung, dan gampang dipantau melalui gadget. Namun, aspek fluktuatif dan kurangnya perlindungan hukum sering diabaikan.

Solusi, Edukasi dan Pendekatan Digital

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah strategis perlu diperkuat. Tahapannya adalah  edukasi keuangan berbasis digital harus diperluas. Program seperti Like-It dari Kementerian Keuangan merupakan contoh positif dalam menyasar generasi muda dengan pendekatan yang sesuai gaya hidup mereka.

Kemudian, regulasi terhadap promosi aset kripto dan peran finfluencer perlu diperjelas agar tidak menciptakan ekspektasi palsu. Lalu, edukasi literasi digital juga mencakup kemampuan memilah informasi dan menghindari bias investasi, seperti herding (ikut-ikutan) dan illusion of control. Artinya, kecenderungan seseorang untuk meyakini bahwa mereka memiliki kendali lebih besar atas suatu hasil daripada yang sebenarnya

Pada akhirnya, Gen Z memiliki potensi besar sebagai investor masa depan. Namun, potensi ini hanya akan berdampak positif jika dibarengi dengan peningkatan literasi keuangan dan kesadaran akan risiko. Kripto memang menjanjikan keuntungan tinggi, tapi juga menyimpan risiko yang besar. Tanpa bekal edukasi yang cukup, Gen Z rentan membuat keputusan investasi impulsif hanya karena FOMO dan tren semata.