Asal Usul Ngurek, Tradisi Sakral Bali yang Penuh Makna Spiritual
- https://yobalitour.com/trip/ba-reg
Gumi Bali, VIVA Bali – Ngurek adalah salah satu tradisi sakral di Bali yang kerap mengundang rasa kagum sekaligus penasaran. Dalam ritual ini, seseorang yang sedang kesurupan menusukkan keris ke tubuhnya sendiri, tanpa terluka, tanpa berdarah, dan tanpa rasa sakit. Meski tampak ekstrem, ngurek bukan pertunjukan atraksi, melainkan bagian dari upacara keagamaan yang sarat nilai spiritual. Lalu, dari mana asal tradisi ini?
Berakar dari Kepercayaan Kerauhan
Tradisi ngurek berasal dari kepercayaan akan kondisi kerauhan, yaitu ketika seseorang mengalami trance atau kesurupan karena dirasuki roh leluhur atau manifestasi dewa. Dalam kondisi ini, tubuh dianggap sebagai media suci (sthulalingga) yang dijadikan tempat turun (nyomya) kekuatan spiritual. Oleh karena itu, orang yang kerauhan dipercaya mampu melakukan hal-hal di luar batas logika manusia, termasuk tahan terhadap senjata tajam.
Dalam praktiknya, ngurek sering dilakukan dengan keris atau tombak kecil yang ditusukkan ke bagian tubuh seperti dada, pipi, atau lengan. Namun, tubuh tidak terluka karena diyakini telah berada di bawah pengaruh kekuatan sakral.
Simbol Kepasrahan dan Pengabdian
Ngurek bukan sekadar bentuk kesurupan, melainkan simbol kepasrahan total kepada kekuatan suci. Dalam ajaran Hindu Bali, ritual ini dilakukan untuk menunjukkan rasa bhakti dan pengabdian kepada para dewa, leluhur, serta roh pelindung desa (kala patra). Aksi menusukkan keris mencerminkan pelepasan ego dan penyatuan dengan energi ilahi.
Tradisi ini biasa muncul dalam berbagai upacara besar seperti Panca Wali Krama, Ngusaba Dalem, atau perayaan di Pura Dalem. Sebelum prosesi ngurek dimulai, pemangku dan peserta upacara terlebih dahulu melakukan sembahyang dan persembahan agar mendapat perlindungan spiritual.
Warisan Leluhur yang Masih Hidup
Asal usul pasti dari ritual ngurek tidak diketahui secara tertulis. Namun, tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun di banyak desa adat di Bali, terutama di wilayah Buleleng, Bangli, dan Karangasem. Kisah-kisah tentang tokoh sakti yang melakukan ngurek menjadi bagian penting dari narasi budaya setempat.
Hingga saat ini, praktik ngurek masih bisa disaksikan dalam berbagai rangkaian upacara adat dan keagamaan. Pelaksanaannya tidak bisa sembarangan, karena hanya dilakukan oleh orang-orang yang telah melalui proses spiritual dan mendapat restu dari pihak desa atau pemangku adat.
Antara Sakralitas dan Budaya
Meski kerap menarik perhatian wisatawan, masyarakat Bali menekankan bahwa ngurek bukan tontonan, melainkan ritual suci. Oleh karena itu, dokumentasi atau penyaksian oleh publik harus tetap dilakukan dengan sikap hormat dan tidak mengganggu jalannya upacara.
Beberapa desa bahkan memberlakukan aturan ketat bagi siapa pun yang ingin merekam atau memotret prosesi tersebut. Hal ini untuk menjaga kesakralan ritual dan menghormati nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Lebih dari Sekadar Ritual
Ngurek adalah cerminan dari kekayaan budaya Bali yang tak hanya indah secara visual, tetapi juga mendalam secara spiritual. Asal usulnya yang bersumber dari kepercayaan kerauhan hingga peranannya dalam ritual keagamaan menjadikan ngurek sebagai salah satu warisan budaya tak benda yang patut dihargai dan dilestarikan.