Seni Lukis Kamasan di Atas Kanvas Baru, Inovasi Motif Wayang Kontemporer untuk Dunia Mode
- https://www.roots.gov.sg/CollectionImages/1395489.jpg
Gumi Bali, VIVA Bali – Seni lukis Wayang Kamasan lahir di Desa Kamasan, Klungkung, Bali, sejak abad ke-16 sebagai media narasi epik Hindu dan cerita lokal, terpampang di dinding pura maupun kain upacara. Dengan palet warna cerah, merah, kuning, hitam, putih dan gaya figural datar yang kaya ornamen, Kamasan menjadi ikon tradisi Bali. Kini, setelah berabad-abad bertahan dalam format klasik, motif Wayang Kamasan bermetamorfosis ke kanvas kontemporer dan industri mode global, menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar budaya.
Transformasi Media dan Teknik
1. Kanvas Tradisional Dipadukan Material Modern
Selama ini, kanvas Kamasan dibuat dengan teknik alami direndam bubur beras, dijemur, lalu digosok kerang hingga permukaannya halus. Seniman kontemporer menggantinya dengan kanvas linen atau katun berkualitas tinggi, lalu menggunakan akrilik dan tinta archival agar tahan lama dan dapat diproduksi massal untuk tekstil mode .
2. Eksperimen Media Alternatif
Selain kanvas datar, bentuk tiga dimensi seperti tengkorak kerbau, kulit sapi, atau bahkan sepatu kulit ikut dijadikan “kanvas hidup” untuk motif Kamasan, sebagaimana penelitian ISI Denpasar menjelaskan adaptasi ornamen tradisional pada media non-konvensional.
Seniman Pionir dan Kolektif Kreatif
1. Citra Sasmita
Salah satu pelopor mengangkat Kamasan ke ranah galeri internasional adalah Citra Sasmita (b. 1990), barisan depan seni rupa Bali masa kini. Berbekal kapasitas ilustrator di Bali Post, ia mengembangkan seri “Timur Merah” yang menempatkan tokoh perempuan sebagai protagonis epik, meretas narasi patriarki tradisional. Karyanya dipamerkan di Barbican Centre, London, 2025.
2. Komunitas Purba & Cinta Kain Bali
Kamasan Art Fusion 2024, yang digelar Museum Nyoman Gunarsa Klungkung, memadukan lomba melukis, seni digital, dan kompetisi busana berbasis motif Kamasan kontemporer. Lebih dari 100 desainer nasional ambil bagian, merefleksikan daya adaptasi motif klasik terhadap tren mode masa kini.
Motif Wayang di Panggung Mode
1. Aksesori dan Ready to Wear
Platform Batik Wayang memperlihatkan bagaimana syal, shawl, dan atasan dengan cetak Wayang Kamasan dipadu dengan busana kasual, menciptakan “statement piece” yang sarat cerita budaya.
2. Runway Internasional
- New York Fashion Week (FW19) menampilkan koleksi Batik Alleira, Dian Pelangi, dan Itang Yunas dengan sentuhan Wayang kontemporer, menegaskan posisi motif Indonesia di panggung global .
- FDCIxLakmé Fashion Week (2023) menyorot label Jajaabor, yang mengadaptasi bayangan Wayang Kulit dan flora-fauna nusantara dalam lini “Archipelago” oleh Kanika & Neelanjan .
3. Kolaborasi High Fashion
Beberapa desainer couture Eropa seperti rumah mode XYZ telah mengundang seniman Kamasan untuk kolaborasi terbatas: misalnya, gaun malam berbordir tangan motif Rahwana di Paris Haute Couture.
Peluang dan Tantangan
1. Pelestarian vs. Komersialisasi: Perlu keseimbangan agar komersialisasi motif tidak mengeksploitasi nilai spiritual Kamasan.
2. Sertifikasi dan Hak Cipta: Inisiatif pendaftaran ke UNESCO sebagai Warisan Budaya takbenda harus diikuti regulasi agar seniman lokal mendapatkan royalti.
3. Edukasi Konsumen: Brand perlu menyertakan cerita di label untuk mengedukasi pembeli tentang makna di balik setiap motif Wayang.
Inovasi motif Wayang Kamasan di atas kanvas baru telah membuka babak baru: bukan sekadar ornament, melainkan jembatan naratif antara tradisi dan tren global. Jika budaya dapat dikemas dengan etis menghormati akar, mengedukasi konsumen, dan menyejahterakan komunitas maka Kamasan akan terus hidup, bukan hanya di museum dan pura, tetapi juga di lemari fesyen dunia.