Kebun Raya Lemor Terancam, Warga Suela Tolak Sekolah Elite

Kebun Raya Lemor, Lokasi Akan dibangun Sekolah Garuda
Sumber :
  • Amrullah/VIVA Bali

Lombok Timur, VIVA Bali –Rencana pembangunan Sekolah Garuda Taruna Nusantara di kawasan Kebun Raya Lemor (KRL), Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, menuai penolakan warga. Mereka menilai proyek sekolah elite itu berpotensi merusak kawasan konservasi yang sudah dilindungi secara hukum.

 

Tokoh masyarakat Suela, Parizi, menegaskan bahwa KRL bukan hanya ruang hijau, melainkan penopang kehidupan ribuan warga. Di dalamnya terdapat mata air Lemor, yang selama ini menjadi sumber utama kebutuhan masyarakat.

 

“Kalau kebun raya ini dialihfungsikan, bukan hanya desa kami yang rugi, tapi seluruh kecamatan akan terdampak. Air Lemor itu sudah menyelamatkan banyak orang,” ujarnya, Rabu, 10 September 2025.

 

Parizi menyebut kebijakan pemerintah daerah salah arah. Menurutnya, alih-alih memperkuat aset daerah, rencana itu justru bisa menggerus kekayaan publik yang seharusnya dilestarikan.

 

Ia mengingatkan, status hukum kawasan KRL cukup kuat. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 22/2012, KRL ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Legalitas itu diperkuat lagi dengan Perbup Lombok Timur No. 188.45/714/LHK/2017, yang menegaskan fungsi KRL untuk konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, dan wisata ekologi.

 

“Dengan aturan sekuat itu, bagaimana mungkin kawasan ini malah dijadikan lokasi sekolah? Itu jelas bertentangan dengan amanat regulasi,” tegas mantan aktivis PMII tersebut.

 

Meski menolak, Parizi menekankan masyarakat tidak anti terhadap sekolah unggulan. Menurutnya, yang dipersoalkan hanyalah lokasi pembangunan.

 

“Sekolah boleh saja dibangun, tapi jangan di KRL. Masih banyak tanah pemerintah yang lebih tepat dipakai untuk itu,” katanya.

 

Sebagai solusi, ia menyarankan pemda memanfaatkan lahan pecatu atau tanah negara yang selama ini terbengkalai. Pilihan itu, lanjutnya, lebih bijak ketimbang mengorbankan ruang konservasi.

 

“Banyak aset tanah yang dibiarkan kosong. Kenapa bukan itu yang dipakai? Jangan sampai PAD dari wisata KRL malah hilang karena kesalahan kebijakan,” tambahnya.

 

Atas dasar itu, Parizi meminta bupati dan DPRD Lombok Timur turun tangan. Ia mendesak pemerintah daerah mengevaluasi ulang rencana pembangunan yang dinilai mengabaikan kepentingan publik.

 

“Ini saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan pada masyarakat, bukan pada kepentingan proyek,” pungkasnya.

 

Beberapa waktu lalu, Bupati Lombok Timur H Haerul Warisin menyebut akan membangun Sekolah Garuda di Kecamatan Suela di atas lahan seluas 20 hektare. Ia menegaskan, lulusan sekolah ini nantinya diwajibkan melanjutkan pendidikan ke luar negeri, bukan ke perguruan tinggi dalam negeri.

 

“Nanti kita akan penyerahan tanah 20 hektare untuk membangun Sekolah Garuda. Dengan adanya sekolah Garuda itu, siswa-siswa harus melanjutkan kuliahnya ke luar negeri, tidak boleh ke Unram atau UI,” kata Haerul. Selasa 9 September 2025.

 

Ia menyebut, langkah tersebut merupakan pola pemikiran baru untuk menjadikan Lombok Timur lebih maju dan membanggakan masyarakat.

 

 “Keren ini, apa hal seperti ini kita harus tolak? Kita lihat dampaknya seperti apa. Tidak ada niat kita lain-lain,” jelasnya.