Demam Tinggi di Malam Hari? Bisa Jadi Itu Gejala Pneumonia!

Ilustrasi seseorang yang sedang memakai masker.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/african-american-female-doctor-putting-on-protective-mask-6303581/

Kesehatan, VIVA Bali – Di tengah banyaknya penyakit pernapasan yang beredar, masyarakat masih sering menyamakan pneumonia dengan flu biasa. Padahal, menurut pakar, pneumonia merupakan penyakit serius yang bisa menyebabkan komplikasi fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Bahkan, dalam kasus berat, pneumonia dapat menyebar ke organ tubuh lain seperti telinga, otak, dan ginjal.

Pernyataan ini disampaikan oleh Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD, K-AI, FINASIM, Ketua Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI, dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.

“Kita ingat COVID-19, kita ingat flu. Bahkan saat gejala masih ringan seperti bersin, penularannya sudah sangat cepat. Tapi pneumonia itu berbeda ia lebih sulit dikenali dan lebih berbahaya jika terlambat ditangani,” jelas Sukamto.

Pneumonia adalah peradangan pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Salah satu bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae. Gejalanya bisa terlihat sepele di awal, namun berkembang menjadi kondisi yang berat.

Penderita pneumonia biasanya mengalami demam tinggi yang muncul secara tiba-tiba pada sore atau malam hari dan mereda pada pagi harinya. Gejala lainnya bisa berupa batuk, sesak napas, dan nyeri dada saat bernapas.

Yang lebih mengkhawatirkan, jika tidak segera diobati, pneumonia bisa menyebar ke organ lain melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi sekunder pada telinga, otak, hingga ginjal.

Untuk mencegah infeksi pneumonia, para ahli menekankan pentingnya vaksinasi. Sukamto menjelaskan bahwa di Indonesia sudah tersedia berbagai jenis vaksin pneumokokus untuk dewasa, termasuk vaksin konjugat dan polisakarida.

“Jenis konjugat direkomendasikan untuk dewasa mulai usia 18 tahun ke atas, sementara vaksin polisakarida disarankan untuk usia 50 tahun ke atas. Saat ini, kita juga sudah memiliki vaksin generasi terbaru, yakni PCV-20, yang memiliki cakupan perlindungan lebih luas,” ungkapnya.

Banyak orang ragu untuk vaksinasi karena khawatir dengan efek samping. Namun menurut Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, K-AI, FINASIM, Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, efek samping vaksin pneumonia bersifat ringan dan sementara.

“Biasanya efek lokal berupa nyeri, kemerahan, atau bengkak di area suntikan. Sedangkan efek sistemik bisa berupa demam ringan yang hilang dalam dua sampai tiga hari,” jelasnya.

Vaksinasi bukan hanya bentuk perlindungan diri, tetapi juga tanggung jawab sosial untuk melindungi orang-orang di sekitar kita, terutama kelompok rentan seperti lansia, penderita penyakit kronis, atau orang dengan sistem imun lemah.

“Pneumonia bisa menyerang siapa saja. Maka dari itu, lebih baik mencegah sebelum terlambat. Vaksinasi adalah langkah kecil dengan manfaat yang besar,” tegas Sukamto.

Pneumonia bukan flu biasa. Gejalanya sering tak dikenali hingga mencapai tahap serius. Melalui deteksi dini dan vaksinasi, kita bisa menghindari risiko penyakit ini berkembang menjadi ancaman besar bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Jangan abaikan dan cegah sejak dini.