Main Media Sosial Terlalu Sering, Bisa Bikin Depresi? Ini Kata Ahli!
- https://www.istockphoto.com/id/foto/wanita-sedih-memeriksa-konten-telepon-di-malam-hari-di-rumah-gm1311322860-400458811
Lifestyle, VIVA Bali – Dilaporkan dari sebuah portal Halodoc, berdasarkan data yang diperoleh dari sebuah Journal of Social and Clinical Psychology, media sosial dapat berperan menjadi salah satu pemicu terhadap munculnya gejala depresi yang dialami oleh seseorang
Informasi tambahan yang dimuat dalam laman Psychology Today, ada salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan mood menjadi lebih positif, melalui menghentikan diri sejenak, minimal selama 30 menit sehari untuk istirahat dari menggunakan media sosial.
Apa Rasa Bahagia Bisa Menurun Karena Media Sosial?
Masih dari situs yang sama, diungkap dari website Halodoc, jika pengguna media sosial terutama remaja hingga orang dewasa muda, apabila terlalu lama menghabiskan waktu di media sosial, tentunya dapat berpotensi memiliki tingkat depresi yang signifikan. Pertanyaan selanjutnya, maka apakah platform media sosial seperti Instagram, Facebook, dan yang lainnya dapat menjadi sebab utama adanya gejala depresi?
Dikatakan sebagai penyebab itu bukan alasan utamanya, tapi kemungkinan ada sebuah korelasi di antara keduanya. Korelasi yang dimaksud di sini, di saat yang bersamaan ketika bermain media sosial terlalu lama, maka dapat membuat seseorang lebih sering merasa sedih atau depresi.
Tidak bisa dikatakan jika media sosial ini menjadi penyebab langsung dari sebuah depresi. Karena masih ada kemungkinan pengaruh lain yang dapat mempengaruhi seseorang mengalami gejala depresi. Pengaruh lain tersebut bisa muncul dari kurangnya sosialisasi atau interaksi secara langsung dengan teman atau individu lain, kerap membandingkan hidup diri sendiri dengan orang lain, atau bahkan kurangnya waktu tidur yang cukup, dan jarang berolahrga.
Para ahli juga menyatakan, hubungan yang terjalin secara daring atau secara online di media sosial dapat mengurangi kepuasan emosional dalam diri pribadi hingga dapat berpotensi meningkatkan depresi, terlebih bagi seseorang yang sedang merasa terisolasi secara sosial.