Serunya Balapan Kerbau Makepung, Warisan Budaya Bali

Ilustrasi balap kerbau Makepung di Kabupaten Jembrana, Bali.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Makepung_lampit2.jpg

Budaya, VIVA Bali – Makepung adalah tradisi balapan kerbau khas Kabupaten Jembrana, Bali, yang tumbuh dari kehidupan agraris masyarakat setempat. Praktik ini berkembang dari permainan petani setelah panen menjadi kompetisi yang menggugah adrenalin dan sekaligus menjadi penanda identitas komunitas. Menurut penjelasan yang dipaparkan oleh INSTIKI, Makepung awalnya lahir sebagai bentuk perayaan lokal yang kemudian diperkaya menjadi lomba antar-kampung.

Dalam pelaksanaannya, sepasang kerbau yang sudah dilatih akan menarik lampit atau alat bajak sederhana, sementara seorang joki berdiri di atasnya untuk mengendalikan laju. Situs pariwisata Jembrana menyebutkan varian Makepung Lampit yang khas digelar di lintasan sawah berlumpur, kondisi ini menambah tantangan teknis karena medan berlumpur menuntut keseimbangan dan keterampilan pengendalian dari joki dan tim. Hiasan pada kerbau, seperti kain warna-warni dan ornamen kecil, menambah nuansa ritual sekaligus estetika pertunjukan.

Persiapan Makepung melibatkan lebih dari sekadar latihan kecepatan. Menurut INSTIKI, kerbau yang akan berlomba dirawat intensif dan seringkali disertai upacara kecil atau doa sebagai bentuk penghormatan sebelum lomba. Keterlibatan warga dari proses perawatan, hias, hingga penyelenggaraan menunjukkan bahwa Makepung adalah kegiatan kolektif yang menguatkan jaringan sosial desa.

Terdapat variasi perlombaan sesuai kebiasaan lokal. Laman pariwisata Jembrana menegaskan bahwa Makepung Lampit berlomba di sawah berlumpur dengan penggunaan lampit, sedangkan variasi lain dapat disesuaikan dengan kondisi medan, perbedaan ini menuntut teknik berbeda sehingga kompetisi bukan semata soal kecepatan, tetapi juga kecakapan mengendalikan alat dan hewan.

Secara kultural, Makepung merefleksikan hubungan manusia-hewan pada masyarakat agraris. Tradisi ini juga merupakan sarana merayakan hasil panen, mengekspresikan rasa syukur, dan mempertegas identitas komunitas. Dengan demikian Makepung berperan sebagai ritual sosial yang memadukan hiburan, sportivitas, dan simbol kebersamaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Makepung juga dimasukkan dalam agenda pariwisata lokal. Situs pariwisata Jembrana mencatat dukungan infrastruktur dan penyelenggaraan dari pemerintah daerah untuk menjadikan event ini atraksi budaya yang menarik pengunjung. Transformasi ini memberi peluang ekonomi bagi komunitas lokal, tetapi juga menimbulkan kebutuhan untuk menjaga akar budaya agar tidak hilang oleh komersialisasi.

Tantangan pelestarian meliputi kebutuhan regenerasi peserta, perawatan hewan, serta pengaturan event yang menghormati aspek adat. Upaya komunitas dan pemerintah tetaplah diperlukan agar Makepung tetap menjadi ekspresi budaya petani, bukan hanya tontonan turis. Ketika lampit meluncur di lintasan berlumpur dan sorak warga menggema, Makepung menampilkan ritual kolektif yang menyimpan sejarah, identitas, dan kearifan masyarakat Jembrana.