Grebeg Suro Trowulan, Ritual Sakral Jadi Daya Tarik Wisata Budaya

Tradisi Grebeg Suro
Sumber :
  • https://id.m.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Suro

Budaya, VIVA Bali – Apa jadinya jika sebuah tradisi bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga simbol persatuan, syukur, dan warisan budaya yang tetap hidup berabad-abad lamanya? Itulah Grebeg Suro, sebuah perayaan tahunan masyarakat Trowulan, Mojokerto, yang tidak pernah sepi dari makna dan antusiasme.

 

Makna Spiritual Grebeg Suro

Setiap bulan Suro (Muharram dalam kalender Hijriah), masyarakat Trowulan berkumpul untuk melaksanakan tradisi ini. Grebeg Suro bukan hanya perayaan budaya, tetapi juga wujud syukur atas berkah yang diberikan Tuhan sepanjang tahun. Dilansir dari jurnal Maharsi: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Sosiologi, Grebeg Suro dianggap sebagai sarana untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan bagi lingkungan sekitar.

Gunungan berisi hasil bumi seperti padi, jagung, buah, hingga makanan tradisional menjadi simbol utama. Setelah diarak keliling desa, hasil bumi ini dibagikan kepada warga, melambangkan kebersamaan dan berbagi rezeki.

Kebersamaan dan Gotong Royong

Grebek Suro melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua. Persiapan hingga pelaksanaan dilakukan dengan semangat gotong royong yang kental. Dilansir dari jurnal yang sama, tradisi ini memperkuat ikatan sosial, melestarikan nilai gotong royong, serta menyatukan berbagai lapisan masyarakat.

Inilah salah satu alasan mengapa Grebek Suro tidak hanya bertahan, tetapi juga semakin relevan sebagai sarana mempererat persaudaraan di era modern.

Warisan Budaya yang Menarik Wisatawan

Selain doa bersama dan kirab, Grebeg Suro juga menghadirkan pertunjukan seni tradisional seperti wayang kulit, reog, hingga tari-tarian khas Mojokerto. Perayaan ini menjadi magnet wisata, menghadirkan pengunjung dari berbagai daerah, bahkan mancanegara.

Grebeg Suro tidak hanya berfungsi sebagai ritual, tetapi juga sebagai daya tarik wisata budaya yang memperkenalkan identitas masyarakat Trowulan. Dampak ekonominya pun terasa: kuliner, kerajinan, hingga penginapan lokal ikut berkembang.

Pelestarian di Tengah Modernisasi

Globalisasi sering kali mengikis tradisi lokal, tetapi Grebeg Suro justru beradaptasi. Kini, promosi acara dilakukan melalui media sosial, membuatnya lebih dikenal luas. Tradisi ini menjadi benteng pelestarian budaya sekaligus pengingat identitas di tengah arus globalisasi.

Grebeg Suro lebih dari sekadar ritual tahunan. Tradisi ini mencerminkan syukur, solidaritas, dan identitas masyarakat Trowulan. Di tengah derasnya modernisasi, tradisi ini membuktikan bahwa kearifan lokal bisa bertahan sekaligus menjadi kekuatan untuk masa depan.