Tradisi Menginang, Warisan Kesehatan Gigi dan Mulut Nusantara
- https://www.gurusiana.id/httpsdwipurwanti125245gurusianaid/article/read/nginang-tradisi-unik-kita-tantangangurusiana-hari-ke-318-5313276
Tradisi, VIVA Bali –Sebelum pasta gigi modern dikenal, masyarakat Nusantara mengandalkan tradisi menginang untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi. Kebiasaan mengunyah daun sirih, pinang, dan kapur yang telah berusia ribuan tahun ini ternyata menyimpan manfaat medis yang terbukti secara empiris, meski kini semakin langka di tengah gaya hidup modern.
Komposisi dan Mekanisme Kerja
Menginang terdiri dari tiga bahan utama: daun sirih (Piper betle), biji pinang (Areca catechu), dan kapur sirih (kalsium hidroksida). Daun sirih mengandung minyak atsiri seperti eugenol (antiseptik), chavicol (antibakteri), dan kavikol (antijamur). Biji pinang kaya akan arekolin yang merangsang produksi air liur, sementara kapur sirih berfungsi sebagai basa penetrasi yang meningkatkan efektivitas senyawa aktif. Ketika dikunyah, campuran ini membentuk larutan berwarna merah yang mampu membersihkan plak, menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karang gigi, serta mengurangi bau mulut.
Manfaat Kesehatan yang Terdokumentasi
Penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (2020) menunjukkan ekstrak daun sirih efektif membunuh Streptococcus mutans—bakteri utama penyebab gigi berlubang—dalam 15 menit. Tradisi ini juga membantu menguatkan gusi berkat efek astringen dari tanin dalam pinang, yang mencegah perdarahan dan gusi longgar. Di masyarakat pedesaan, menginang menjadi solusi praktis menggantikan sikat gigi yang sulit diakses, sekaligus sebagai stimulan pencernaan dan penambah stamina.
Perbandingan dengan Pasta Gigi Modern
Jika pasta gigi modern mengandalkan fluoride untuk memperkuat enamel, menginang bekerja secara holistik: antiseptik alami membersihkan mulut, sifat basa kapur menetralkan asam plak, dan air liur berlebih akibat arekolin membilas sisa makanan secara alami. Namun, kekurangannya terletak pada warna merah yang menempel pada gigi serta risiko abrasif jika kapur digunakan berlebihan.
Eksistensi di Era Kontemporer
Meski UNESCO menetapkan menginang sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (2018), tradisi ini nyaris punah di perkotaan. Di Sumatera Barat, Kalimantan, dan Papua, para lansia masih mempertahankannya sebagai ritual adat atau obat herbal. "Dulu, menginang adalah sikat gigi, obat sakit gigi, dan parfum sekaligus," tutur Ramlah (72), warga Nagari Sijunjung dalam catatan Dinas Kebudayaan setempat.
Risiko dan Tantangan
World Health Organization (WHO) mengingatkan bahaya kesehatan jangka panjang: konsumsi pinang terkait kanker mulut dan submukosa fibrosis akibat iritasi kimia berkelanjutan. Kandungan nikotin dalam pinang juga berpotensi adiktif. Oleh karena itu, pakar kesehatan menyarankan penggunaan terbatas sebagai pengobatan tradisional, bukan kebiasaan sehari-hari.
Warisan yang Perlu Dilestarikan
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggalakkan penelitian lanjutan untuk mengembangkan pasta gigi herbal berbasis ekstrak sirih-pinang. Upaya ini bertujuan memadukan kearifan lokal dengan standar medis modern, sekaligus menjaga tradisi luhur nenek moyang sebagai bagian dari identitas bangsa.