KPK Bongkar Kasus RPTKA Kemenaker, 18 Bidang Tanah Senilai Miliaran Disita

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan ke awak media
Sumber :
  • https://www.antaranews.com/berita/5083801/kpk-sita-18-bidang-tanah-seluas-47-ha-terkait-kasus-rptka-kemenaker

Jakarta, VIVA Bali – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 18 bidang tanah dengan luas total mencapai 4,7 hektare terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan.

6 Tuntutan Buruh Disuarakan Said Iqbal, DPR dan Pemerintah Jadi Sorotan

“Tanah-tanah yang disita pada Selasa 2 September 2025 tersebut berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada awak media di Jakarta. Rabu 3 September 2025.

Budi Prasetyo menjelaskan aset tersebut diduga dibeli dari dana hasil pemerasan yang dilakukan oleh dua tersangka, Jamal Shodiqin (JS) dan Haryanto (H), terhadap agen-agen tenaga kerja asing (TKA).

Biyukukung atau Mabiyukukung Tradisi Petani Bali dalam Menghaturkan Rasa Syukur

Selain itu, Jubir KPK menambahkan, sebagian besar tanah itu kini tercatat atas nama keluarga maupun kerabat kedua tersangka.

“Penyidik masih akan terus melacak dan menelusuri aset-aset lainnya yang diduga terkait atau bersumber dari hasil dugaan tindak pidana korupsi ini,” ucap Budi Prasetyo, dilansir dari laman antaranews.com.

Tradisi Jamasan Pusaka Keraton Yogyakarta Menjadi Ritual Sakral Pembersihan Warisan Leluhur

KPK menyebut langkah penyitaan tersebut penting, bukan hanya untuk pembuktian perkara, tetapi juga bagian dari upaya pemulihan kerugian keuangan negara.

Sebelumnya, pada 5 Juni 2025 KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan RPTKA di Kemenaker. Mereka adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, para tersangka diduga mengumpulkan dana hingga Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA.

Diketahui, RPTKA sendiri merupakan dokumen wajib bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia.

Apabila izin ini tidak diterbitkan oleh Kemenaker, maka izin kerja dan izin tinggal akan tertunda, dan para pekerja asing dikenai denda Rp1 juta per hari. Kondisi ini membuat pemohon terpaksa menyerahkan uang kepada para tersangka.

KPK juga mengungkap bahwa praktik pemerasan ini diduga sudah berlangsung sejak era Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), kemudian berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024).

Delapan tersangka kini telah ditahan, masing-masing dalam dua tahap, yakni empat orang pada 17 Juli 2025 dan sisanya pada 24 Juli 2025.