Zaenab Sebut Data Kemiskinan Ekstrem Labuan Lombok Terlalu Tinggi, Warga Banyak yang Berpenghasilan

Kepala Desa Labuan Lombok Zaenab Maesaro
Sumber :
  • Amrullah/VIVA Bali

Lombok Timur, VIVA Bali – Kepala Desa Labuan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, Zaenab, mempertanyakan akurasi data kemiskinan ekstrem yang dikutip pemerintah pusat dan Ketua PKK NTB. Menurutnya, angka yang dirilis jauh dari kondisi nyata di lapangan.

Adrian, Bintang Baru Perselotim yang Antar Trofi Soeratin Cup U-17 ke Lombok Timur

“Data menyebut lebih dari 1.000 warga kami masuk kategori miskin ekstrem. Padahal, satu kepala keluarga terdiri dari suami, istri, dan tiga anak, yang semuanya dihitung terpisah. Jadi seolah-olah satu KK dihitung lima orang miskin ekstrem,” ujar Zaenab, kepada VIVA Bali. Sabtu 23 Agustus 2025.

Zaenab menegaskan, jika melihat langsung kondisi masyarakat, banyak keluarga sebenarnya memiliki potensi ekonomi, khususnya dari sektor perikanan yang menjadi mata pencaharian utama warga.

Perselotim U-17 Juara Soeratin Cup NTB 2025, Tumbangkan PSKT KSB Lewat Adu Penalti

Hasil verifikasi di lapangan menunjukkan sebagian besar anggota keluarga yang tercatat miskin ekstrem sebenarnya aktif bekerja dan memiliki penghasilan dari laut. Kondisi ini membuat jumlah warga miskin ekstrem terlihat jauh lebih tinggi dibanding realitas.

Meski data dianggap tidak akurat, Zaenab menilai ada sisi positif dari perhatian pemerintah pusat. Desa jadi lebih mudah mendapatkan bantuan, pelatihan, dan program perbaikan data.

Universitas Hamzanwadi Gandeng BTPN Syariah Buka Peluang Karier Mahasiswa dan Alumni

“Hikmahnya, desa kami banyak dikunjungi untuk program bantuan dan pelatihan. Kami malu dikatakan miskin ekstrem, tapi nilai positifnya tetap ada,” tambah Zaenab.

Ia menekankan pentingnya perbaikan sistem pendataan agar bantuan pemerintah tepat sasaran. Menurutnya, pendataan per KK lebih realistis dibanding per individu anggota keluarga yang dihitung terpisah.

“Kami berharap pemerintah bisa menyesuaikan metode pendataan. Dengan data akurat, program pengentasan kemiskinan dan penurunan stunting bisa lebih efektif,” jelasnya.

Meski label kemiskinan ekstrem menimbulkan rasa malu, desa tetap berkomitmen memperbaiki data dan memaksimalkan potensi lokal, khususnya sektor perikanan, untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, Kepala BPS Lombok Timur, Hj. Sri Endah Wardani, S.ST., M.M., menegaskan bahwa angka kemiskinan ekstrem yang dirilis BPS bersifat makro, hanya sampai level kabupaten/kota.

“Angka 2025 juga belum keluar, masih dalam proses di pusat. BPS tidak mengeluarkan data kemiskinan ekstrem per desa, mungkin data itu berasal dari sumber lain,” 

Angka 2025 juga belum keluar, masih dalam proses di pusat. BPS tidak mengeluarkan data kemiskinan ekstrem per desa, mungkin data itu berasal dari sumber lain,” pungkasnya singkat.