India Catat Kasus Pelaut Terlantar Terbanyak di Dunia
- https://ichef.bbci.co.uk/news/800/cpsprodpb/302c/live/4a544100-79e6-11f0-ab39-5f560085c471.jpg.webp
India, VIVA Bali – Manas Kumar, seorang pelaut India, telah terjebak di kapal kargo Anka di perairan Ukraina sejak April 2024. Kapal dengan 14 kru itu diserbu saat berlayar di Sungai Donau. Ukraina menuding kapal tersebut bagian dari “armada bayangan” Rusia, meski Kumar menegaskan kapal berbendera Tanzania itu dikelola perusahaan Turki.
Hingga lima bulan kemudian, para kru tetap terjebak di kapal meski otoritas Ukraina menyatakan mereka bebas pergi. Dilema muncul karena jika meninggalkan kapal, mereka kehilangan hak gaji yang mencapai lebih dari USD 102 ribu. Kumar mengatakan pemilik kapal dan pejabat India terus meminta mereka “menunggu satu hari lagi”, tanpa ada kepastian. “Kami hanya ingin segera pulang dari zona perang,” ujarnya.
India Pemasok Utama tapi Juga Paling Banyak Terlantar
India adalah pemasok pelaut terbesar kedua dunia, tetapi juga mencatat jumlah pelaut terlantar terbanyak. Data ITF (Federasi Pekerja Transportasi Internasional) menyebut 3.133 pelaut terlantar di 312 kapal pada 2024, dan 899 di antaranya warga India.
Banyak pelaut enggan meninggalkan kapal sebelum menerima gaji, apalagi jika mereka sudah membayar biaya tinggi kepada agen perekrutan. ITF menyoroti praktik flags of convenience, di mana kapal didaftarkan di negara dengan aturan longgar sehingga pemilik kapal bisa menghindari tanggung jawab. Sekitar 90% kapal terlantar pada 2024 berlayar di bawah bendera semacam itu.
Kasus Stratos di Arab Saudi
Situasi serupa menimpa kapal Stratos berbendera Tanzania. Pada Januari 2025, kapal itu menabrak karang di dekat pelabuhan Jubail, Arab Saudi. Kru yang terdiri dari sembilan warga India dan satu Irak berbulan-bulan berjuang mengapungkan kapal, hingga akhirnya berhasil setelah hampir enam bulan.
Namun, pemilik kapal asal Irak menolak membayar gaji dengan alasan kerugian. BBC telah berupaya menghubungi pihak terkait, tetapi belum ada tanggapan.
Kapal Tanker Nirvana di India
Kasus lain menimpa kapal tanker Nirvana, milik India tetapi berbendera Curacao. Kapten Prabjeet Singh dan 22 kru lain ditinggalkan setelah kapal dijual ke pemilik baru. Saat kapal dibawa ke pelabuhan Gujarat, pengadilan India memerintahkan penyitaan karena gaji kru tak dibayar.
Kondisi kapal memburuk: kehabisan makanan, solar, dan listrik padam. Para kru bahkan harus membakar kayu kapal untuk memasak. Meski akhirnya bisa berlabuh pada Juli, gaji tetap tak dibayarkan.
Tanggung Jawab yang Lemah
Para pelaut kerap menyalahkan regulator India, Direktorat Jenderal Perkapalan, yang dinilai lalai mengawasi agen perekrutan maupun pemilik kapal. Namun, ITF juga mengingatkan agar para awak lebih teliti sebelum menandatangani kontrak.
Meski begitu, ribuan pelaut India tetap terjebak dalam siklus yang sama: bekerja di kapal asing demi penghidupan, tetapi akhirnya terlantar tanpa gaji dan jauh dari keluarga. “Kami buntu, tidak tahu harus bagaimana. Kami hanya ingin pulang,” kata Kapten Chaudhary dari Stratos.
Tingginya jumlah pelaut India yang terlantar mencerminkan rapuhnya sistem perlindungan maritim global. Praktik flags of convenience, lemahnya pengawasan regulator, serta rumitnya kepemilikan lintas negara membuat para pelaut sering menjadi korban tanpa kepastian gaji maupun perlindungan hukum. Kasus Anka, Stratos, dan Nirvana menunjukkan bahwa meski India adalah salah satu pemasok pelaut terbesar dunia, para awaknya justru paling rentan ditelantarkan. Tanpa pembenahan regulasi internasional dan pengawasan ketat dari pemerintah India sendiri, tragedi serupa kemungkinan besar akan terus berulang.