Dari Sawah Organik, Petani Kedisan Mandiri Angkat Pendapatan Desa Hingga Rp600 Juta Per Bulan
- Maha Liarosh/VIVA Bali
Gianyar, VIVA Bali – Untuk mendukung pertanian organik di Bali, The Nusa Dua melalui Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) menggelar program Green Journey dengan menyasar kelompok Petani Kedisan Mandiri di Desa Kedisan, Tegallalang, Gianyar, Selasa, 29 Juli 2025.
Kelompok petani di Desa Kedisan bertahan dengan pola tanam sawah organik. Mereka tidak mengandalkan peralatan moderen dan pupuk berkandungan kimia.
Namun, semua aktifitas pertanian dilakukan secara manual mulai dari pembuatan pupuk kompos hingga mengolah lahan persawahan.
General Manager The Nusa Dua I Made Agus Dwiatmika mengatakan, pihaknya mempunyai semangat untuk memfasilitasi hasil beras organik petani Desa Kedisan terserap di hotel Nusa Dua.
"Ini menjadi bagian dari program green journey dan kami sudah terhubung di tahun lalu dengan kelompok petani di sini dan sekarang kedua kalinya," kata Dwiatmika.
Menurutnya, upaya untuk mempertahankan sawah organik tidak mudah di tengah ketersediaan bahan kimia yang lebih instan. Selain itu, kelompok petani sawah organik secara tidak langsung mendukung pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Selain itu, serangan hama tikus juga menjadi masalah terbesar para petani dengan sistem pertanian organik.
"Tadi dipaparkan, petani akan memelihara burung hantu untuk mengendalikan hama tikus. Ke depan mungkin akan kita siapkan rumah burung hantunya. Kita berharap suatu saat produktivitasnya semakin tinggi dan sebagian dapat sampai ke Nusa Dua," ujarnya.
Dalam pelaksanaan program Green Journey kali ini, ITDC The Nusa Dua juga menyalurkan dua ekor sapi dan mesin gabah untuk mendukung pertanian organik di Desa Kedisan itu.
Ketua Kelompok Petani Kedisan Mandiri I Putu Yoga Wibawa mengatakan, produksi beras organik yang dihasilkan untuk sementara dijual antar mitra. Termasuk, untuk memasok kebutuhan vila dan akomodasi pariwisata di sekitar lingkungan Desa Kedisan. Beras organik dijual seharga Rp 30 ribu per kilogram.
"Produksi setiap kali panen 3-5 ton, sampai saat ini semuanya terserap di pasar secara terbatas, sedangkan sisanya kita konsumsi sendiri," kata Yoga Wibawa.
Saat ini, Desa Kedisan memiliki lahan sawah organik seluas 37 hektar. Sawah ramah lingkungan itu dikelola oleh dua kelompok Subak yakni, Kelompok Subak Kedisan Kelod dan Kaja.
"Kami sudah mengantongin sertifikat organik tanggal 25 april 2022. Kami memiliki dua subak yakni subak kaja dan subak kelod. PKM ini tergabung dalam organisasi subak tersebut. Petani desa Kedisan tetap bisa melestarikan budaya kearifan lokal dengan menggunakan pupuk organik,"ungkap Putu Yoga.
I Made Semara Bawa, petani sawah organik mengatakan, bantuan sapi yang diberikan akan digunakan untuk membajak sawah. Selain itu, kotoran yang dihasilkan dimanfaatkan sebagain rabuk setelah diolah dan menjadi kompos.
Menurutnya, apa yang dihasilkan dari sistem persawahan organik itu tidak terbuang percuma. Saat ini ada dua produk yakni, beras organik dan pupuk kompos.
"Pupuk ini pun juga lebih banyak untuk kebutuhan anggota kelompok, mereka mengolah kompos akan dapat upah pupuk organik," kata Semara Bawa.
Pasang surut hasil panen juga dirasakan oleh para petani. Menurut Semara Bawa, kondisi itu dipicu oleh hama tikus. Ia mengatakan, tahun lalu produksi gabah organik menurun hingga 30 persen.
"Pemicunya hama tikus. Setelah panen ternyata di tengah sawah ada lobang besar sarang tikus, hama ini memakan sejak tanaman mulai tumbuh," ungkapnya demikian.
Sementara itu, Kepala Desa Kedisan Dewa Ketut Raka menyebut, Desa Kedisan merupakan satu-satunya desa yang bisa mengangkat pendapatan desa hingga 700 persen.
"Kalau dulu satu tahun itu paling maksimal pebdapatan desa bisa Rp12 juta tapi sekarang dalam satu bulan itu pendapatan pokok bisa sampai Rp600 juta," jelas Ketut Raka.
Ketut Raka berharap, keberhasilan kelompok Petani Kedisan Mandiri mampu menjadi percontohan bagi petani-petani lain.
"Saya mensupport pekerja yang lain mengikuti pertanian organik mudah-mudahan hal yang sekecil ini bisa menular kepada petani-pertani yang lain," ucapnya