Pedagang Tolak Pengosongan Lahan di Pantai Tanjung Aan

Para pengusaha di pantai Tanjung Aan saat menolak
Sumber :
  • Wawan ces/VIVA Bali

"Turis asing itu tidak minat lagi. Ada beberapa beach club yang sudah dibangun investor di Kuta itu mati juga. Investor sulit membuat usaha berkembang. Apalagi menghidupkan ekonomi masyarakat lokal," ujarnya.

Sekolah Denda Pengantin Viral Rp 2 Juta, Begini Penilaian Pakar Pendidikan

"Kami tidak ingin itu terjadi juga di Pantai Tanjung Aan. Jadi kami katakan tidak. Mohon maaf BUMN (ITDC) kalian tidak mampu mengelola pantai kami ini dengan baik karena kalian sudah gagal di Kuta Mandalika," tegas Kartini.

Dia juga menekankan Tanjung Aan tidak butuh investor karena ekonomi pedagang dan warga di sana saat ini sudah bagus. Bahkan, untuk dirinya saja menggaji kariawan di atas Upah Minimun Regional (UMR) yang tetapkan oleh pemerintah.

Tiap OPD di Lombok Tengah Diwajibkan Punya Inovasi

Para pegawai di warung pantai Tanjung Aan paling sedikit menerima upah Rp 4 juta per bulan. Belum lagi para surfing guide bisa dapat Rp 8 juta per bulan. Pemilik warung pun diklaim selalu membayar pajak kepada pemerintah daerah.

Sementara itu, General Manager The Mandalika Wahyu Moerhadi Nugroho dalam keterangan tertulis mengatakan, pengosongan lahan yang sedang berjalan tidak dimaksudkan sebagai tindakan penggusuran paksa, melainkan sebagai bagian dari penataan kawasan agar sesuai dengan peruntukan dan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan oleh ITDC.

Polres Lombok Barat Masuk Nominasi Kompolnas Award 2025, Komitmen Kamtibmas Diapresiasi

"Kami membuka ruang komunikasi dan masukan dari para pelaku usaha serta masyarakat yang terdampak, guna memastikan transisi yang adil dan terukur," tegasnya. 

Wahyu menjelaskan, pengelolaan atas tanah-tanah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata (KEK) Mandalika dilaksanakan oleh ITDC selaku perusahaan pengembang dan pengelola KEK Mandalika.

Halaman Selanjutnya
img_title