Fenomena Menurunnya Angka Perkawinan Anak dan Dewasa di Indonesia
- https://www.vecteezy.com/photo/12646488-happy-young-family-have-fun-on-beach
Lifestyle, VIVA Bali –Isu perkawinan anak atau usia dibawah umur masih terus menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia. Namun data terbaru menunjukkan bahwa angka perkawinan dibawah umur semakin menurun sejak beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari laman resmi portal informasi Indonesia https://indonesia.go.id/, data Kementerian Agama (Kemenag), pada 2022 tercatat 8.804 pasangan di bawah usia 19 tahun menikah. Angka ini turun menjadi 5.489 pasangan pada 2023, dan kembali menurun menjadi 4.150 pasangan di tahun 2024.
Menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, penurunan ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari berbagai upaya pencegahan yang dilakukan secara sistematis oleh pemerintah, khususnya melalui program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS).
“Melalui BRUS, kami memberikan pemahaman kepada remaja tentang pentingnya kesiapan mental, emosional, dan sosial sebelum memasuki usia pernikahan,” ujar Abu Rokhmad saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Program BRUS digelar secara masif di sekolah-sekolah dan madrasah, melibatkan berbagai pihak mulai dari penyuluh agama, petugas Kantor Urusan Agama (KUA), hingga organisasi mitra yang bergerak dalam isu ketahanan keluarga dan perlindungan anak. Selain risiko perceraian dini, perkawinan anak juga berpotensi menimbulkan persoalan kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga stunting pada anak.
Tak hanya perkawinan anak, fenomena menurunnya angka pernikahan secara umum juga menjadi sorotan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan di Indonesia pada 2023 tercatat sebanyak 1.577.255, turun sekitar 128.000 pasangan dari tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu satu dekade, angka pernikahan nasional bahkan menurun drastis hingga 28,63 persen.
Prof. Dr. Bagong Suyanto, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), menyebut perubahan struktur sosial dan ekonomi sebagai penyebab utama. “Perempuan kini memiliki peluang lebih luas dalam pendidikan dan pekerjaan. Mereka tidak lagi sepenuhnya bergantung pada laki-laki, dan lebih selektif dalam memilih pasangan,” jelas Prof. Bagong.