Mengenal Zine yang Mengubah Ide-Ide Kecil Jadi Besar

Pesona Urakan Zine
Sumber :
  • https://www.freepik.com/free-photo/woman-s-hands-with-magazine_933063.

Gaya Hidup, VIVA Bali –Kalau dulu zine identik dengan anak punk yang doyan menempel gambar, menulis kritik sosial dengan spidol, lalu menggandakan lewat mesin fotokopi, kini wujudnya justru masuk ke ruang kelas kampus. Lalu siapa sangka, buku mini DIY ini malah jadi alat belajar yang mengubah cara pandang mahasiswa tentang keadilan sosial. 

44 Ribu Pelajar Banyuwangi Sudah Ikut Program Cek Kesehatan Gratis Presiden Prabowo

Dari Tugas Biasa ke Proyek Kreatif

Di kelas “Social Justice in Social Work”, para mahasiswa awalnya mengira akan menghadapi tugas klasik. Seperti esai panjang, catatan teori, atau ujian. Tapi Moshoula Desyllas dan Allison Sinclair punya ide berbeda, mahasiswa mereka diminta membuat zine.

Ketahanan Pangan Tak Melulu Harus Nasi

Awalnya banyak yang bingung, bahkan cemas. “Apakah saya cukup kreatif?” pikir sebagian mahasiswa. Namun begitu mulai menempelkan potongan gambar, menulis puisi, hingga menuangkan pengalaman pribadi tentang diskriminasi, suasana berubah. Tugas yang tadinya terasa asing, justru jadi ruang berekspresi bebas. 

Seni sebagai Bahasa Perlawanan

Adrian, Bintang Baru Perselotim yang Antar Trofi Soeratin Cup U-17 ke Lombok Timur

Zine memang bukan barang baru. Ia lahir sejak 1920-an, berkembang lewat komunitas fanzine sains fiksi di era 30-an, hingga meledak bersama kultur punk dan riot grrrl di tahun 70–90-an. Kental dengan kesan mandiri, blak-blakan, dan anti-sensor.

Di kelas ini, zine menjadi medium untuk bicara soal isu berat seperti rasisme, seksisme, hingga ageisme. Tapi karena tampil lewat kolase, humor, bahkan komik, pesannya jadi lebih dalam dan mudah dipahami. 

Halaman Selanjutnya
img_title