Tantangan Media Sosial dan FOMO di Era Generasi Digital
- https://www.betterhelp.com/advice/current-events/fear-of-missing-out-social-media-effects-and-solutions/
Lifestyle, VIVA Bali – Apakah akhir-akhir ini kamu sering mendengar kata FOMO? Istilah ini semakin populer, khususnya di kalangan generasi muda yang aktif di media sosial. FOMO atau Fear of Missing Out merupakan sindrom kecemasan sosial yang ditandai dengan keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain melalui media maya.
Pada umumnya mereka yang mengalami FOMO merasa takut ketinggalan berita terbaru, gelisah bila tidak terhubung atau mengikuti tren di dunia maya. Sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan internet, sindrom ini telah membawa manusia pada posisi determinasi terhadap kebutuhan akan telekomunikasi. Orang yang menderita gangguan kecemasan sosial ini, mengalami perasaan rendah diri, penghinaan, dan depresi karena takut dihakimi oleh orang lain.
Munculnya FOMO menyebabkan individu lebih sering menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi di platform media sosial sehingga lama-kelamaan akan mengganggu kesejahteraan mental, meningkatkan stres, merusak hubungan personal, serta mendorong perilaku konsumtif. FOMO dapat mengganggu seseorang dalam melakukan kegiatan atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang dapat mengancam aktivitas sosial individu tersebut.
Adanya media sosial itu sendiri hanya akan menjadi wadah untuk menghabiskan waktu bahkan untuk mengikuti kehidupan dan aktivitas orang lain, serta mengabaikan aktivitas diri sendiri demi mengetahui kegiatan yang orang lain lakukan. FOMO yang timbul akibat kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang akan membuat ketergantungan seseorang untuk tidak tertinggal informasi di media sosial sehingga menjadi permasalahan sosial budaya di kalangan masyarakat.
Cara bijak menyikapi fenomena FOMO (Fear of Missing Out) :
1. Menyadari eksistensi dan peran diri
Manusia harus sadar akan kehadiran dan peran dirinya di dunia, bahwa eksistensi tidak ditentukan oleh kehadiran di media sosial saja, tetapi juga oleh relasi nyata dengan sesama.
2. Menggunakan media sosial secara bertanggung jawab
Teknologi dan media sosial sebaiknya dimanfaatkan secara bertanggung jawab, tidak berlebihan, dan tidak menjadikannya sebagai satu-satunya sumber eksistensi atau kebahagiaan.
3. Menumbuhkan kesadaran dan kontrol diri
FOMO muncul ketika manusia merasa harus selalu terhubung dan mengetahui segala hal yang terjadi. Untuk menanggapi ini secara bijak, manusia perlu belajar mengendalikan keinginan tersebut dan tidak terjebak dalam kecemasan sosial atau tekanan dari luar.
4. Fokus pada kehidupan nyata dan lingkungan sekitar
Alih-alih selalu terpaku pada dunia maya, manusia sebaiknya memberi perhatian lebih kepada hal-hal nyata di sekitarnya yang memiliki dampak langsung terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya.
5. Tidak terpaku pada pengakuan publik
Menghindari dorongan untuk selalu mendapat pengakuan di media sosial penting agar manusia tidak kehilangan makna eksistensinya yang lebih dalam dari sekadar likes atau views.
6. Mengembangkan toleransi dan saling menghargai
FOMO sering kali muncul karena adanya tekanan sosial. Oleh karena itu, manusia perlu menumbuhkan sikap toleran terhadap perbedaan dan belajar menghargai pilihan dan waktu masing-masing.
Pada akhirnya, memahami FOMO bukan sekadar soal menahan diri dari gawai, tetapi tentang bagaimana manusia memaknai eksistensinya di tengah arus digital yang serba cepat dan menuntut pengakuan. Dengan menyadari dampak FOMO dan peran eksistensial manusia dalam bermedia sosial, setiap individu diharapkan mampu menggunakan media sosial secara bijak, bertanggung jawab, dan tetap menjaga keseimbangan antara kehidupan maya dan kehidupan nyata.