Jangan Kaget! Ternyata Ini Penyebab Anak Jadi Nakal dan Brutal

Ilustrasi seorang remaja sedang berbicara dengan kedua orang tuanya.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/daughter-having-a-conversation-with-her-parents-8841681/

Lifestyle, VIVA Bali – Anak-anak tidak lahir dengan kecenderungan untuk menjadi "nakal" atau berperilaku menyimpang. Namun, tanpa bimbingan yang tepat dari lingkungan terdekat terutama keluarga, anak bisa saja tumbuh tanpa kemampuan mengelola emosi dan memahami konsekuensi dari tindakannya. Hal inilah yang kemudian dapat membuka jalan menuju perilaku menyimpang hingga tindakan kriminal.

Sepatu Nyaman untuk Jalan Kaki Jauh

Menurut Psikolog Klinis Phoebe Ramadina, M.Psi., peran orang tua sangat besar dalam membantu anak belajar mengenali, memahami, dan menyalurkan emosi mereka dengan cara yang sehat dan adaptif.

Peran orang tua sangat penting untuk membantu anak mengenali emosinya dan menyalurkannya dengan cara yang adaptif,” kata Phoebe, lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025, dikutip dari Antara.

Terungkap! Ini Alasan Pembalap MotoGP Menurunkan Lutut Saat Menikung

Phoebe menjelaskan, kesulitan anak dalam meregulasi emosi dan mengendalikan impuls adalah salah satu penyebab utama munculnya kenakalan yang bisa berujung pada tindakan kriminal. Hal ini diperparah dengan kematangan kognitif yang belum sempurna pada anak, sehingga mereka belum bisa sepenuhnya membedakan mana yang benar dan mana yang salah. 

Orang tua, kata dia, perlu secara aktif mengajarkan anak untuk mengenali jenis-jenis emosi dasar seperti senang, sedih, dan marah. Tidak cukup hanya memberi tahu, orang tua juga harus memberikan contoh nyata dalam mengekspresikan emosi.

Pancake Kentang Buatan Rumah Yang Bikin Pagi Makin Hangat

“Misalnya, ketika senang kita bisa tersenyum atau tertawa. Ketika marah, anak bisa belajar berkata ‘Aku kesal karena kamu ambil mainanku’, bukan langsung memukul atau berteriak,” jelas Phoebe.

Selain pengelolaan emosi, empati juga menjadi aspek penting yang perlu diasah sejak dini. Orang tua bisa mulai dari hal sederhana, seperti tidak memotong pembicaraan anak dan mengajaknya mendengarkan orang lain dengan sabar.

Phoebe menyarankan agar anak diajak membayangkan perasaan orang lain dalam berbagai situasi. Hal ini bisa dilakukan dengan bertanya, “Kalau kamu jadi dia, bagaimana rasanya?”

Kebiasaan-kebiasaan positif lainnya juga bisa ditanamkan, seperti mengantre, menyelesaikan tugas sebelum bermain, serta mengenalkan disiplin positif melalui diskusi, bukan ancaman.

“Penerapan disiplin yang melibatkan diskusi bisa membantu anak memahami konsekuensi dari perbuatannya. Bukan sekadar takut, tapi sadar,” tambahnya.

Salah satu hal yang paling penting namun sering diabaikan adalah cara orang tua menyebut dan memperlakukan anaknya. Melabeli anak dengan kata-kata seperti “nakal” justru bisa berdampak negatif terhadap pembentukan jati diri mereka.

“Jika anak terus disebut nakal, lama-lama dia akan merasa memang seperti itu, dan akhirnya benar-benar terlibat dalam kenakalan atau perilaku menyimpang,” tegasnya.

Tips Praktis untuk Orang Tua:

Dengarkan anak tanpa menghakimi.

Ajarkan emosi dasar dan cara mengungkapkannya.

Berikan contoh nyata dalam mengekspresikan perasaan.

Latih empati dengan cerita atau bermain peran.

Gunakan disiplin positif, bukan hukuman kasar.

Hindari label negatif dan fokus pada perbaikan perilaku.

Anak bukanlah miniatur orang dewasa. Mereka sedang belajar mengenal dunia, memahami diri, dan mengelola emosi mereka. Dengan kasih sayang, bimbingan, dan kedekatan emosional, orang tua bisa menjadi benteng pertama dan paling kuat untuk menjaga anak dari jalan yang salah.