Langit Dikepalai, Bumi Ditinggalkan

Ilustrasi menggambarkan kesombongan dan keangkuhan sosial
Sumber :
  • https://postimg.cc/fkxVXnKn

Lifestyle, VIVA  Bali –  Mau cepat dijauhi teman, dibenci rekan kerja, atau gagal promosi? Gampang. Cukup jadi orang yang sombong, besar kepala, dan anti kritik. Dunia pasti “berputar” mengelilingimu – setidaknya dalam ilusi yang kamu ciptakan sendiri.

Karena Merasa Hebat Itu Wajib, Kan?

3 Menu Bekal Kantor Praktis, Sehat dan Anti Ribet

Jangan salah loh. Merasa bangga pada diri sendiri itu sehat. Tapi kalau kamu merasa paling benar, paling pintar, dan semua orang wajib mengangguk padamu—selamat! Kamu telah lulus sebagai alumni “hubristic pride”, yaitu kesombongan versi premium menurut psikologi.

Penelitian dari Tracy & Robins (2007) menyebutkan bahwa orang dengan sifat ini:

Berkebun di Teras, Urban Gardening yang Naik Daun

- Lebih suka debat daripada diskusi (karena diskusi mengharuskan mendengar),

- Merasa semua orang salah kecuali dirinya,

Jadwal Full Moon 2025 di Bali, Rencanakan Liburan Penuh Cahaya

- Dan punya "kemampuan unik" bikin orang malas dekat-dekat—bahkan saat kamu cuma buka mulut untuk menyapa.

Orang seperti ini bukan hanya akan sulit beradaptasi dalam lingkungan sosial, tapi juga menciptakan aura negatif “negative vibes” yang bikin suasana tidak nyaman sampai-sampai suasana tegang seperti kabel listrik korslet.

Cocok Buat yang Mau Jadi Pemimpin… yang Tidak Dirindukan

Menurut Harvard Business Review dan LinkedIn, pemimpin arogan sangat menginspirasi... untuk resign. Gaya kepemimpinan mereka biasanya penuh tekanan, satu arah, dan selalu menuntut loyalitas tanpa balasan. Ruang kerja terasa seperti ruang interogasi, bukan tempat kolaborasi.

Karyawan jadi kehilangan motivasi, ide bagus disimpan rapat-rapat karena takut disalahkan, dan hasil kerja hanya dinilai berdasarkan siapa yang paling dekat dengan si bos—bukan siapa yang paling berkontribusi.

Dan kalau kamu pikir gaya seperti itu akan membawa tim menuju keberhasilan, ya... mungkin hanya dalam imajinasimu saja.

Sombong Itu Berat, Biarkan Mentalmu yang Menanggung

Kamu pikir merasa superior bikin kamu tenang? Justru tidak. Menurut riset dari University of Michigan, orang sombong cenderung lebih stres, lebih cemas, dan sangat takut pada satu hal yang paling mereka hindari: kegagalan.

Karena hidup dalam peran “aku sempurna” itu berat, Bro. Ketika ekspektasi diri terus dipoles biar terlihat tak bercela, sedikit kritik saja terasa seperti tsunami. Akhirnya, demi menjaga citra, kamu harus berpura-pura bahagia, berpura-pura tahu segalanya, dan berpura-pura kuat padahal batinmu kelelahan.

“Pride makes us artificial and humility makes us real.”
— Thomas Merton, teolog Amerika

Kutipan itu bukan sekadar kata-kata. Kesombongan menciptakan versi palsu dari diri kita yang lama-lama bahkan kita sendiri tak kenal. Kerendahan hati justru membuka ruang untuk tumbuh, bukan untuk tunduk—tapi untuk jadi manusia seutuhnya.

Sombong dan Diskriminasi, Pasangan Serasi

Studi Pride and Prejudice karya Ashton-James dan Tracy menyebutkan bahwa sifat sombong erat kaitannya dengan rendahnya empati dan tingginya kecenderungan untuk menilai orang lain secara sepihak.

Semakin kamu merasa di atas angin, semakin besar kemungkinan kamu menyepelekan pendapat, perasaan, bahkan keberadaan orang lain. Dan tanpa sadar, kamu menciptakan jurang sosial yang makin lama makin dalam—sampai akhirnya kamu berdiri sendirian di puncak, memegang mahkota ego yang tidak pernah diminta siapa pun.

 

Kalau Mau Jadi Manusia Seutuhnya...

Coba lakukan ini:

- Dengarkan orang lain tanpa menyela. Serius, itu bukan skill langka.

- Akui kalau kamu salah. Nggak akan bikin bumi terbelah kok.

- Jangan sibuk pamer pencapaian di setiap kalimat. Kadang diam lebih elegan daripada membual.

Psikolog Anna Surti Ariani mengatakan bahwa kerendahan hati adalah kunci pertumbuhan sosial dan emosional. Orang yang rendah hati lebih bisa beradaptasi, disukai banyak pihak, dan justru lebih mudah naik ke posisi yang lebih tinggi—karena mereka tidak sibuk mendongakkan kepala sampai lupa di mana pijakan.

Tapi kalau kamu tetap ingin dipanggil “Dewa Segalanya” dan menganggap saran ini cuma cocok buat rakyat jelata, ya silakan lanjut. Semoga kamu betah di singgasana yang kamu bangun sendiri.