Awas Brain Rot! Bahaya Anak Kecanduan Gawai Saat Liburan
- https://www.pexels.com/photo/two-kids-using-smartphones-9785010/
Lifestyle, VIVA Bali – Libur sekolah seharusnya menjadi momen berharga bagi anak-anak untuk beristirahat sambil mengembangkan diri, bukan sekadar menghabiskan waktu di depan layar gawai. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., mengingatkan bahwa penggunaan gawai secara berlebihan selama masa liburan dapat membawa dampak serius bagi tumbuh kembang anak.
“Liburan adalah kesempatan emas untuk memperkuat hubungan keluarga dan mendorong anak-anak mengembangkan keterampilan sosial maupun emosional. Bukan waktunya untuk membiarkan anak terpaku pada layar seharian,” ujar Novi saat dihubungi, Kamis (26/6).
Novi menyoroti fenomena Brain Rot, yakni kondisi penurunan fungsi otak secara perlahan akibat paparan layar yang berlebihan. Menurutnya, anak-anak yang terlalu lama bermain gawai berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik, kognitif, maupun sosial emosional.
Secara fisik, anak yang kurang bergerak karena terlalu lama duduk menatap layar berisiko mengalami obesitas, gangguan tulang belakang, mata minus (miopi), bahkan penyakit jantung di kemudian hari.
Dari sisi kognitif, kemampuan fokus, kreativitas, dan problem solving anak dapat menurun drastis. “Anak menjadi malas berpikir, kehilangan kemampuan untuk mencari solusi, dan kreativitas mereka terkikis,” jelasnya.
Tak kalah serius, dampak emosional dan sosial pun muncul. Anak cenderung lebih mudah cemas, sensitif, cepat marah, dan menarik diri dari lingkungan sosial.
Untuk menghindari dampak buruk tersebut, Novi menekankan pentingnya membuat kesepakatan bersama mengenai penggunaan gawai. Idealnya, waktu maksimal penggunaan gawai selama liburan tidak lebih dari tiga jam per hari.
“Dengan adanya batasan yang jelas, anak tetap bisa menikmati waktu bersama keluarga dan lingkungan sekitarnya tanpa bergantung pada layar,” tambahnya.
Novi menyarankan agar orang tua mengajak anak melakukan berbagai aktivitas yang sederhana namun kaya makna. Kegiatan seperti memasak bersama, berolahraga, memancing, hiking, menonton film keluarga, atau sekadar piknik ke taman sudah cukup untuk mempererat ikatan keluarga.
“Liburan juga bisa jadi waktu yang tepat untuk tinggal bersama keluarga besar seperti kakek, nenek, atau sepupu. Anak-anak bisa belajar nilai-nilai sosial dan fleksibilitas dalam berinteraksi,” kata Novi.
Selain aktivitas keluarga, liburan juga bisa dimanfaatkan untuk mendukung anak mengeksplorasi minat dan bakatnya. Orang tua bisa mengajak anak mengikuti kelas musik, memanah, olahraga, atau aktivitas lain yang sesuai dengan minat mereka.
Tak hanya itu, melibatkan anak dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti, bakti sosial, atau kegiatan lingkungan juga penting untuk menumbuhkan empati dan kesadaran sosial.
Sebagai cara alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada gawai, Novi menyarankan agar anak diajak membuat jurnal liburan. Jurnal ini bisa diisi dengan cerita, gambar, atau catatan tentang kegiatan mereka selama liburan.
“Selain melatih motorik halus melalui menulis atau menggambar, membuat jurnal membantu anak merefleksikan pengalaman, meningkatkan daya ingat, dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis,” jelasnya.
Novi menegaskan bahwa momen liburan harus menjadi ruang bagi anak-anak untuk bertumbuh, mempererat hubungan keluarga, mengasah keterampilan sosial, dan membangun kebiasaan sehat.
“Jangan biarkan liburan menjadi waktu pasif yang hanya dihabiskan di depan layar. Dunia nyata menawarkan lebih banyak warna, pengalaman, dan pembelajaran bagi anak-anak kita,” pungkasnya.