Fakta Unik Ogoh-Ogoh yang Jarang Diungkap

Ogoh-ogoh, bukan sekadar makhluk seram yang diarak
Sumber :
  • https://cdn.kibrispdr.org/data/468/gambar-ogoh-ogoh-2016-43.jpg

Pawai yang Penuh Makna Spiritual

Jamu Bali, Tradisi Penyembuhan Alami yang Kembali Diminati Wisatawan

Prosesi ogoh-ogoh dilakukan pada malam sebelum Nyepi, disebut Pengerupukan. Saat itu, umat Hindu berkeliling membawa obor, gamelan, dan ogoh-ogoh untuk ‘mengusir’ buta kala. Puncaknya adalah pembakaran ogoh-ogoh yang disebut pralina, sebagai lambang penghancuran sifat buruk. Ritual ini mengajak setiap individu untuk introspeksi dan ‘memulai dari nol’ saat Nyepi. Ini adalah bentuk terapi spiritual massal ala Bali.

Tak Hanya Umat Hindu yang Terlibat

Menariknya, tradisi ogoh-ogoh juga sering melibatkan masyarakat lintas agama. Di Kediri, misalnya, warga Muslim ikut membantu membuat hingga mengarak ogoh-ogoh sebagai wujud solidaritas budaya. Hal ini mencerminkan nilai toleransi yang sangat tinggi dan memperlihatkan bahwa budaya bisa menyatukan masyarakat tanpa melihat perbedaan keyakinan. Ogoh-ogoh menjadi ruang kolaborasi dan harmoni, bukan sekadar ritual internal umat Hindu.

Media Kritik Sosial yang Kreatif

Reskrim Polsek Wongsorejo Layangkan Surat Panggilan pada Pemilik Akun FB @Nur Robbany, Terjerat UU ITE?

Bentuk ogoh-ogoh tidak selalu makhluk mitos menyeramkan. Dalam beberapa tahun terakhir, seniman muda mulai membuat ogoh-ogoh berbentuk tokoh-tokoh terkenal, dari politisi, tokoh kartun, bahkan sosok antagonis dalam berita. Tujuannya bukan untuk menertawakan, tapi sebagai media kritik sosial yang edukatif. Dengan bentuk-bentuk ini, ogoh-ogoh menjadi lebih dekat dengan generasi muda sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral secara visual dan kreatif.

Prosesi Pembakaran: Simbol dari ‘Membakar’ Ego

Halaman Selanjutnya
img_title