Menggali Filosofi Ruwatan dalam Tradisi Rasulan Tepus Gunungkidul

Ilustrasi tradisi Ruwatan
Sumber :
  • https://m.antaranews.com/berita/3678315/ruwatan-nusantara-kembali-diselenggarakan-di-kabupaten-bantul

Budaya, VIVA BaliTradisi Ruwatan merupakan salah satu ritual penting dalam budaya Jawa yang berarti “melepaskan” atau “membebaskan” seseorang dari malapetaka. Dalam kepercayaan masyarakat, Ruwatan dipercaya sebagai cara untuk membersihkan diri dan lingkungan dari energi negatif yang bisa mengganggu kehidupan.

Pertunjukan Calonarang Bali, Teater Magis yang Penuh Pesan Moral

Di Tepus, Gunungkidul, Ruwatan menjadi bagian inti dari upacara Rasulan, sebuah tradisi tahunan yang digelar sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah. Ritual ini tidak hanya bernuansa spiritual, tetapi juga sarat dengan nilai kebersamaan dan gotong royong.

Rasulan Tepus dan Pelaksanaannya

Dilansir dari situs desa tepus, Rasulan Tepus diselenggarakan secara bergilir di lima padukuhan, yakni Tepus I, Tepus II, Tepus III, Jeruk, dan Klumpit. Salah satu pusat pelaksanaan berada di Balai Padukuhan Tepus III, di mana warga berkumpul untuk membawa sesaji, memanjatkan doa, dan menyaksikan pertunjukan wayang kulit sebagai bagian dari prosesi Ruwatan.

Nilai dan Filosofi Ruwatan

Labuh Laut Larung Sembonyo, Warisan Budaya Nelayan Prigi yang Memikat Wisatawan

Tradisi Ruwatan dalam Rasulan Tepus memiliki makna mendalam bagi masyarakat Gunungkidul, di antaranya:

1. Rasa Syukur atas Alam

Humor dan Kritik Sosial di Panggung Teater Lenong Betawi

Masyarakat menyadari bahwa tanah yang subur dan hasil bumi yang melimpah adalah anugerah Tuhan. Melalui ritual ini, mereka mengungkapkan terima kasih atas karunia tersebut.

2. Kebersamaan dan Gotong Royong

Setiap warga berperan aktif dalam mempersiapkan acara, mulai dari menyiapkan makanan hingga menata tempat. Hal ini memperkuat solidaritas sosial.

3. Perlindungan Spiritual

Doa dan simbol-simbol dalam Ruwatan dipercaya mampu melindungi masyarakat dari marabahaya dan membawa keselamatan.

4. Pelestarian Budaya

Rasulan Tepus adalah bagian dari identitas masyarakat lokal yang diwariskan turun-temurun. Melestarikannya berarti menjaga jati diri di tengah arus modernisasi.

Potensi Wisata Budaya

Selain sebagai ritual adat, Rasulan Tepus juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata budaya. Wisatawan dapat menyaksikan langsung jalannya upacara, menikmati pertunjukan wayang, serta merasakan suasana kebersamaan masyarakat pedesaan.

Pelestarian tradisi ini tidak hanya memperkuat identitas budaya lokal, tetapi juga mampu mendukung sektor pariwisata Gunungkidul. Dengan penataan yang baik, Rasulan Tepus bisa menjadi agenda tahunan yang menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara.

Di era globalisasi, tradisi seperti Ruwatan dalam Rasulan Tepus menjadi pengingat betapa berharganya warisan leluhur. Tradisi tersebut mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan penghormatan terhadap alam. Lebih dari itu, tradisi ini adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan, yang perlu dijaga agar tetap hidup dan memberi inspirasi bagi generasi mendatang.