Mengenal Asi Kalende, Rumah Kayu Berusia 723 Tahun Peninggalan Tertua Kesultanan Bima
- Juwair Saddam/ VIVA Bali
Secara terminologi, Asi Kalende mempunyai makna pusat kebijakan pemerintahan. Kalende dalam bahasa Bima adalah loko artinya perut. Loko dimaknai sebagai pusat semua bagian tubuh. Sedangkan Asi diartikan sebagai mengeluarkan yang identik dengan istana.
"Asi Kalende ini bermakna pusat segala kebijakan pemerintah dikeluarkan," ujarnya.
Secara historis, Asi Kalende dijadikan sebagai pusat pemerintahan mulai dari Manggampo Jawa memindahkan istana Kerajaan Bima dari Bolo ke Rasanae. Kemudian dilanjutkan oleh Raja Bilmana yang dikukuhkan pada tahun 1840, menggantikan saudaranya, Indra Mbojo.
"Setelah itu, dijadikan sebagai istana khusus rumah bicara ketika raja Tureli Nggampo 1 atau Makapiri Solor yang mengembalikan lagi jabatan raja kepada anak pamannya Raja Ma Wa'a Ndapa tahun 1530," jelasnya.
Mulai dari Makapiri Solor, konsep pemerintahan mulai digagas dalam ruang Asi Kalende. Dilanjutkan oleh Ma Ana Lima Dai dan diwariskan kepada Jalauddin pasca kepulangannya dari Goa tahun 1640. Setelah itu, diwariskan lagi kepada Mantau Dana Ntori, anak dari Jalaluddin hingga Abdul Nabi yang merancang dan memperbaharui Undang-undang Bandar Bima di Asi Kalende. Raja Bicara yang menempati Asi Kalende terakhir adalah, Muhammad Qurais.
Fahrurizki menegaskan, Asi Kalende memiliki banyak filosofi. Seperti tiga tiang penopang sampana bermakna tiga majelis adat Bima. Kemudian, di bagian atas depan terdapat sebuah ornamen hewan mitologi yaitu naga.
"Abdul Nabi memberikan simbol itu sebagai filosofi keseimbangan dari pemerintah dan rakyat tanah Bima," tambahnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima, M Natsir mengatakan, kondisi bangunan Asi Kalende saat ini masih jauh dari layak dan butuh renovasi. Pemerintah Kota Bima juga selama ini tidak bisa berbuat banyak karena bangunan itu masih dikelola pihak swasta.