KPK Dorong Perpres Larangan Rangkap Jabatan, Setelah Putusan MK Tegaskan Aturan Baru
- https://www.antaranews.com/berita/5117117/pascaputusan-mk-kpk-dorong-perpres-atur-larangan-rangkap-jabatan
Jakarta, VIVA Bali – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong lahirnya aturan baru berupa peraturan presiden yang mengatur secara tegas larangan rangkap jabatan.
Hal ini menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN maupun swasta, serta pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD.
"Mendorong lahirnya peraturan presiden atau peraturan pemerintah yang secara jelas mengatur definisi, ruang lingkup, daftar larangan jabatan, serta sanksi terkait konflik kepentingan dan rangkap jabatan," ujar Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Aminudin dalam keterangannya di Jakarta. Kamis 18 September 2025.
Kemudian, Aminudin menambahkan jika KPK menilai perlu adanya sinkronisasi aturan larangan rangkap jabatan dengan sejumlah regulasi lain, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, serta UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
"Ketiga, mengusulkan reformasi remunerasi pejabat publik melalui sistem gaji tunggal yang menghapuskan peluang penghasilan ganda akibat rangkap jabatan," kata Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, dilansir dari antaranews.com.
Selain itu, KPK merekomendasikan pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN maupun lembaga publik untuk menjaga transparansi sekaligus memperbaiki skema pensiun.
"Kelima, penyusunan standar operasional prosedur investigasi konflik kepentingan sesuai standar The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk dijalankan secara konsisten oleh Inspektorat maupun Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN," ujar Aminudin.
Aminudin menjelaskan bahwa lima poin tersebut merupakan hasil kajian KPK mengenai praktik rangkap jabatan yang dilakukan sejak Juni hingga Desember 2025. Kajian itu menyoroti kaitan rangkap jabatan dengan integritas serta tata kelola lembaga publik.
"Rata-rata kasus korupsi berawal dari benturan kepentingan, sehingga kajian ini sangat penting untuk mencegah risiko tersebut. Kami berharap kajian ini menjadi landasan reformasi tata kelola publik yang lebih kuat," ucap Aminudin.
Menurut Aminudin, putusan MK semakin mempertegas kebutuhan perbaikan tata kelola. Data KPK bersama Ombudsman RI tahun 2020 menunjukkan dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, hampir setengahnya atau sekitar 49 persen tidak memiliki kompetensi teknis sesuai bidang.
Sementara itu, 32 persen di antaranya dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang mencerminkan lemahnya pengawasan, rendahnya profesionalitas, dan risiko rangkap pendapatan yang berimplikasi pada keadilan publik.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi pada 28 Agustus 2025 telah memutuskan wakil menteri dilarang merangkap jabatan. Pasal 23 UU Kementerian Negara kini berbunyi: "Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.