Jangan Abaikan! Ini Ciri-Ciri dan Cara Menghadapi Fase Latensi pada Anak
- Sumber: https://www.freepik.com
Lifestyle, VIVA Bali –Tahukah kamu bahwa setelah fase Oedipus, anak memasuki masa yang justru sering dianggap ‘tenang’ oleh orang tua, padahal sangat penting dalam pembentukan karakter? Masa itu disebut fase latensi, yang berlangsung dari usia sekitar 6 tahun hingga pubertas (11–12 tahun). Meski tidak seintens fase sebelumnya, fase ini sangat menentukan cara anak bersosialisasi, belajar, dan mengenal dunia luar.
Setelah melewati fase oral dan anal, anak akan memasuki dua tahapan penting lainnya, yaitu fase latensi dan fase genital. Memahami karakteristik dan tantangan di tiap fase ini dapat membantu orang tua memberikan dukungan optimal bagi pertumbuhan emosional dan sosial anak.
Fase latensi adalah masa tenang dalam perkembangan psikoseksual anak. Energi libido atau dorongan seksual yang sebelumnya aktif kini dialihkan ke aktivitas sosial, pendidikan, dan persahabatan. Anak mulai lebih fokus pada pencapaian, logika, serta nilai-nilai moral.
Ciri-Ciri Anak dalam Fase Latensi
1) Mulai fokus pada pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler.
2) Senang bermain dengan teman sebaya, terutama dalam kelompok yang sama jenis kelaminnya.
3) Tertarik pada aturan, nilai moral, dan keadilan.
4) Mengembangkan harga diri melalui prestasi atau penghargaan.
Fase latensi merupakan fondasi dari kepercayaan diri anak di masa remaja. Di sinilah anak belajar bekerja sama, mengatasi kegagalan, dan mengenali potensi dirinya. Jika kebutuhan psikologis di fase ini tidak terpenuhi, anak bisa merasa rendah diri, minder, atau kesulitan dalam beradaptasi sosial.
Cara Mendampingi Anak di Fase Latensi
1. Dukung aktivitas sosial dan akademik
Biarkan anak mengeksplorasi minatnya, entah itu olahraga, seni, atau pelajaran tertentu. Apresiasi usahanya, bukan hanya hasilnya.
2. Tanamkan nilai moral secara konsisten
Anak di usia ini sangat peka terhadap rasa keadilan. Gunakan cerita, diskusi ringan, atau kejadian sehari-hari untuk mengajarkan nilai benar dan salah.
3. Bangun kebiasaan belajar yang menyenangkan
Hindari tekanan berlebihan. Gunakan metode belajar yang interaktif agar anak tetap semangat mengeksplorasi hal baru.
4. Fasilitasi interaksi sosial yang sehat
Ajak anak bermain bersama teman, ikut kegiatan kelompok, atau belajar bekerja dalam tim.