Jejak Bawang Merah dan Putih dalam Dapur Nusantara
- https://bawangmerah.id/images/artikel/bawang-merah-probolinggo-1684375089.jpg
Lifestyle, VIVA Bali – Sulit membayangkan masakan Indonesia tanpa aroma tumisan bawang merah dan putih. Dari dapur sederhana di kampung hingga restoran mewah di kota besar, keduanya selalu hadir sebagai “penanda awal” setiap hidangan. Namun, pernahkah kita bertanya sejak kapan bawang menjadi begitu menyatu dengan kuliner Nusantara?
Bumbu Ibu dalam Masakan
Berbagai penelitian kuliner menegaskan peran sentral bawang. Dalam survei terhadap puluhan resep soto, misalnya, bawang putih muncul di 98,67% varian dan bawang merah di 86,67%. Begitu juga pada sambal, ratusan resep menunjukkan bawang hampir selalu hadir, baik ditumis maupun diulek mentah. Bahkan dalam kajian pemetaan bumbu skala nasional, dua jenis bawang ini muncul sebagai bahan paling dominan dibandingkan rempah lain seperti jahe, kunyit, atau ketumbar.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa bawang tidak sekadar pelengkap, melainkan fondasi rasa. Ia memberi aroma dasar, memperkuat karakter cabai atau rempah, dan menyatukan elemen lain dalam satu hidangan.
Jejak Bawang di Nusantara
Sebelum abad ke-10 M, bawang putih dan bawang merah sudah dikenal luas di India dan Tiongkok. Jalur perdagangan Asia memfasilitasi pergerakan benih dan umbi ke Asia Tenggara.
Kemudian pada abad 10–13 M, sebuah bukti tertulis di prasasti Jawa kuno menyebut “bawang” sebagai komoditas penting, menandakan bahwa kedua bahan sudah dikenal dalam konsumsi harian maupun upeti.
Berlanjut ke abad 16 M, di mana masuknya cabai dari benua Amerika melalui Portugis membuat kombinasi baru: bawang dan cabai. Dari sinilah sambal dalam berbagai bentuk lahir.
Setelah itu pada sekitar abad 17–19 M, catatan kolonial Belanda mendokumentasikan bawang sebagai bahan dasar tetap dalam racikan gulai, sayur, dan tumisan. Hingga yang terbaru, studi etnobotani di Lombok maupun Sumatra menegaskan bawang tetap menjadi tanaman bumbu utama dalam kuliner lokal, diwariskan secara turun-temurun.
Antara Global dan Lokal
Yang menarik, bawang merah dan putih bukan tanaman asli Indonesia. Namun, keduanya diadopsi begitu cepat hingga sulit dibedakan dari identitas kuliner lokal. Dalam masakan Minangkabau, bawang adalah inti gulai yang diwariskan turun-temurun. Di Lombok, masyarakat Sasak menempatkannya dalam kategori bumbu pokok yang tak tergantikan.
Sementara itu, dalam kerangka sejarah kuliner yang dibagi menjadi fase asli, fase multikultural, dan kontemporer, bawang adalah salah satu bahan yang mampu menyeberangi setiap fase tanpa kehilangan relevansinya.
Bumbu yang Menyatukan Rasa
Melalui soto, sambal, gulai, hingga tumisan sehari-hari, bawang merah dan putih telah menjadi semacam “roh kuliner” Nusantara. Meski datang dari luar, keduanya diterima dengan tangan terbuka, lalu menyatu hingga tak lagi dianggap asing.
Mungkin inilah alasan mengapa tumisan bawang selalu menjadi langkah pertama di dapur. Ia bukan sekadar bumbu, tetapi simbol kontinuitas dari aroma yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan kuliner Indonesia.