Ngaben Virtual? Dilema dan Inovasi Masyarakat Bali Perantauan Melaksanakan Ritual Kewajiban dari Jauh
- https://www.marariversafarilodge.com/wp-content/uploads/2018/10/Ngaben-The-Cremation-Ceremony-in-Bali-2.jpg
1. Hambatan Jarak
Warga perantauan seringkali tidak dapat hadir secara fisik dalam prosesi Ngaben karena keterbatasan waktu dan biaya pulang ke kampung halaman. Kondisi ini menimbulkan kecemasan spiritual, karena kehadiran keluarga inti dianggap penting untuk membacakan mantram sekaligus mengikuti ritual inti.
2. Beban Finansial
Biaya Ngaben tradisional dapat mencapai puluhan juta rupiah embed “bade” (menara kremasi), lembu (keranda berbentuk hewan), upacara pendukung, hingga konsumsi tamu membuat banyak keluarga menunda kremasi hingga terkumpul dana atau memilih krematorium dengan biaya lebih terjangkau.
3. Tantangan Hukum Adat
Menurut kajian hukum adat Bali, prosesi Ngaben harus mengikuti tata cara tradisional agar makna filosofis tidak tergerus. Namun di daerah urban, krematorium modern dipandang merusak nilai kebersamaan masyarakat adat.
4. Pandemi COVID-19
Pembatasan sosial pada masa pandemi memaksa pelaksanaan upacara tanpa keramaian. Studi menunjukkan adaptasi ritual termasuk penyiaran langsung upacara telah mulai diterapkan untuk memenuhi protokol kesehatan, namun menimbulkan kekhawatiran atas kesakralan prosesi.
Inovasi dan Alternatif Pelaksanaan
1. Ngaben Massal
Dilaksanakan oleh banjar setempat untuk menekan biaya dan memudahkan perencanaan. Upacara massal mempertemukan banyak jenazah dalam satu hari kremasi, sehingga perantau bisa lebih mudah ikut lewat donasi atau perwakilan lokal.