Mengenal Tiban, Ritual Unik Meminta Hujan dengan Cambuk di Tulungagung
- https://budaya-indonesia.org/Tari-Tiban
Budaya, VIVA Bali – Di tengah musim kemarau panjang, masyarakat Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, punya cara unik untuk berdoa memohon turunnya hujan. Tradisi itu dikenal dengan sebutan Tiban, sebuah ritual turun-temurun yang sarat makna, menggabungkan unsur seni, religi, hingga nilai budaya yang masih dijaga hingga kini.
Apa Itu Tiban?
Tiban berasal dari kata Jawa tiba yang berarti jatuh, merujuk pada harapan agar hujan segera turun membasahi bumi. Ritual ini diwujudkan dalam bentuk tarian yang cukup ekstrem. Peserta saling mencambuk tubuh dengan pecut dari lidi daun aren, diiringi gamelan Jawa yang syahdu. Meski terlihat keras, Tiban sejatinya bukan ajang kekerasan, melainkan bentuk pengorbanan tulus demi kesuburan tanah dan kesejahteraan bersama.
Masrokhah dalam prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (2021) menjelaskan bahwa “Tiban adalah jenis tarian yang dibawakan dengan cara memperebutkan kekuatan dan daya tahan serta menggunakan pecut yang terbuat dari batang daun lontar diiringi dengan suara gamelan Jawa” (hlm. 224)
Prosesi yang Sarat Makna
Ritual Tiban biasanya digelar di lapangan desa. Warga terlebih dahulu mengadakan slametan sebagai ungkapan syukur, lalu para sesepuh membacakan mantra yang memadukan doa Islam dan tradisi kejawen. Peserta Tiban, mulai dari remaja hingga orang tua beradu cambuk dengan aturan ketat: bagian kepala, leher, dan alat vital dilarang disakiti.
Menariknya, setiap luka yang timbul dipercaya bisa sembuh berkat doa sesepuh. Musik gamelan, sinden, dan tabuhan gong menambah khidmat sekaligus semarak suasana. Pertunjukan ini biasanya berlangsung dari siang hingga sore hari, tepat di musim kemarau panjang.
Nilai-Nilai Budaya dalam Tiban
Lebih dari sekadar ritual meminta hujan, Tiban juga menyimpan nilai budaya yang dalam:
1. Spiritualitas
Menjadi ungkapan syukur dan harapan kepada Tuhan.
2. Religiusitas
Doa dan mantra yang dibacakan mencerminkan perpaduan Islam dan budaya lokal.
3. Gotong royong
Warga berkumpul, membawa makanan, dan berbagi dalam kebersamaan.
4. Kesenian
Tarian, gamelan, dan kostum tradisional menjadi identitas budaya Tulungagung.
Tradisi ini membuktikan bahwa masyarakat Jawa, khususnya di Tulungagung, memiliki cara unik untuk menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Meski sempat terhenti karena pandemi, masyarakat berharap Tiban tetap dijaga sebagai warisan budaya. Selain memiliki nilai spiritual, tradisi ini juga berpotensi menjadi daya tarik wisata budaya yang bisa memperkenalkan kearifan lokal Tulungagung ke kancah nasional maupun internasional.