Jejak Bali Aga di Kota, Mencari Identitas Masyarakat Asli di Tengah Modernisasi Denpasar

Kehidupan di Desa Bali Klasik
Sumber :
  • https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/bb/Kehidupan_di_Desa_Bali_Klasik.jpg/1200px-Kehidupan_di_Desa_Bali_Klasik.jpg?20200317160705

Gumi Bali, VIVA Bali – Denpasar, ibu kota provinsi Bali, tumbuh pesat sebagai pusat pemerintahan dan pariwisata. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan jalan, pusat perbelanjaan, dan bangunan modern, muncul pertanyaan: di manakah jejak masyarakat Bali Aga, suku asli Pulau Dewata, dalam kota yang semakin modern ini? Suku Bali Aga - atau Bali Mula - adalah penduduk Bali pertama, hidup di daerah pegunungan dengan adat dan budaya purba yang kuat.

Isolasi geografis sejak zaman dahulu membuat tradisi mereka tetap terjaga hingga kini, meski zaman terus berubah. Masyarakat Bali Aga dikenal egaliter (tanpa sistem kasta), pemimpin berdasarkan senioritas, serta gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai luhur ini adalah bagian inti identitas Bali Aga yang diwariskan turun-temurun.

 

Meskipun saat ini Bali didominasi oleh keturunan pendatang (misalnya Majapahit), warisan Bali Aga tak hilang begitu saja. Banyak desa Bali Aga seperti Tenganan, Trunyan, dan Sidatapa menjadi tujuan wisata budaya karena kelestarian adatnya. Namun di perkotaan seperti Denpasar, jejak mereka lebih tersamar. Artikel ini mengupas sisi budaya, arsitektur, bahasa, dan tradisi Bali Aga serta bagaimana elemen-elemen tersebut bertahan atau bertransformasi di tengah modernisasi Denpasar.

 

Arsitektur Bali Aga di Tengah Kota Denpasar