I Gusti Ketut Jelantik, Tokoh Kunci dalam Perang Puputan Bali
- https://dinsos.bulelengkab.go.id/uploads/konten/58-kisah-patih-i-gusti-ngurah-rai-bersama-jro-jempiring-dalam-perang-puputan-jagaraga.jpeg
Konflik antara Kerajaan Buleleng dan Belanda berakar pada beberapa isu, salah satunya adalah penolakan Belanda terhadap Hak Tawan Karang. Hak ini merupakan tradisi adat di Bali yang menyatakan bahwa kapal-kapal yang karam atau terdampar di wilayah perairan Bali menjadi hak milik raja setempat. Belanda, yang memiliki kepentingan perdagangan dan hegemoni, menuntut penghapusan hak ini dan pengakuan atas kekuasaan mereka.
I Gusti Ketut Jelantik, sebagai Patih Agung Buleleng sejak tahun 1828, dengan tegas menolak tuntutan Belanda tersebut. Ia bahkan menyatakan tidak akan pernah mengakui kekuasaan Belanda dan lebih memilih untuk berperang daripada tunduk. Sikap inilah yang menjadi pemicu utama pecahnya Perang Bali.
Perang Jagaraga (Perang Bali II) dan Semangat Puputan:
Setelah Perang Bali I (1846) yang mengakibatkan jatuhnya Singaraja ke tangan Belanda, Raja Buleleng dan Patih Jelantik mundur ke Jagaraga. Di sinilah I Gusti Ketut Jelantik menunjukkan kehebatannya dalam menyusun strategi dan membangkitkan semangat perlawanan.
Pembangunan Benteng dan Strategi Pertahanan: I Gusti Ketut Jelantik membangun benteng pertahanan yang kuat di Jagaraga. Ia juga melatih prajurit Buleleng dan Jagaraga, membangkitkan semangat warga, serta memanfaatkan rumah-rumah penduduk sebagai lokasi penyimpanan logistik perang. Strategi pertahanan beliau yang terkenal adalah "Supit Urang" atau "Makara Wyuhana", yang merupakan taktik menyerang musuh dari dua sisi seperti capit udang.
Perlawanan Sengit: Pada bulan Juni 1848, Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke Jagaraga. Namun, pasukan Bali di bawah pimpinan I Gusti Ketut Jelantik berhasil memberikan perlawanan yang luar biasa. Mereka menggunakan meriam tradisional (Bedil Bus) yang ditempatkan di benteng utama. Dalam pertempuran ini, Belanda mengalami kerugian besar, dengan banyak perwira dan prajurit tewas. Ini dikenal sebagai kemenangan awal Bali dalam Perang Jagaraga.