Manassa Konservasi Lontar Sritanjung, Simbol Identitas Budaya Banyuwangi
- Dok. Pemkab Banyuwangi/ VIVA Bali
Banyuwangi, VIVA Bali –Lontar Sritanjung yang dikenal sebagai kisah asal-usul nama Banyuwangi sedang dikonservasi oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa). Satu-satunya naskah kuno tentang kisah Sritanjung yang beredar di publik itu, diperbaiki kondisi fisiknya agar memiliki ketahanan yang lebih lama.
“Naskah ini sangat rapuh. Jika tidak segera dikonservasi maka akan rusak. Apalagi terdapat korosi tinta yang membakar kondisi kertasnya itu sendiri,” ungkap Aris Riyadi, Koordinator Bidang Preservasi Naskah
MANASSA yang juga Koordinator Tim Konservasi Perpusnas RI, Selasa 2 September 2025.
Naskah milik Omahseum yang ditulis pada 1888 M itu, akan diperbaiki secara total. Setiap lembarnya akan dilapisi dengan tisu Jepang dan serangkaian proses kimiawi. “Nanti juga akan dijilid ulang dan dibuatkan cover dan pelindung sebagaimana mestinya,” imbuh Aris.
Lontar Sritanjung memiliki peran penting. Bukan hanya teks sastra, tetapi juga pondasi bagi identitas kultural masyarakat Banyuwangi. Melalui konservasi yang dilakukan, teks ini diharapkan dapat terus dirawat, dipelajari, dan dihidupkan kembali dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Saat ini, Lontar Sritanjung ini telah ditetapkaj oleh Perpustakaan Nasional sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) Indonesia sejak 2024 lalu. Ini sebuah pengakuan resmi sebagai warisan penting bagi sejarah dan identitas bangsa,” ungkap Ketua Manassa Munawar Holil dalam kesempatan berbeda.
Konservasi Lontar Sritanjung itu, merupakan bagian dari program yang digagas oleh Manassa dan UNESCO melalui The Asia/Pacific Regional Committee for the Memory of the World Program (MOWCAP Project). Program ini tak semata konservasi naskah. Tapi, juga terdapat lokakarya konservasi naskah, pertunjukan hingga pameran.