Jakarta Tercekik Polusi! Masuk 3 Besar Kota dengan Udara Terburuk di Dunia

Ilustrasi masker gas.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/close-up-photo-of-gas-masks-3591394/

Jakarta, VIVA Bali – Kualitas udara di Ibu Kota Indonesia kembali menjadi sorotan dunia. Pagi ini, Jakarta menempati peringkat ketiga sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, berdasarkan data real-time dari situs pemantauan kualitas udara global, IQAir.

 

Kamis, 07 Agustus 2025, pukul 05.38 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) Jakarta tercatat di angka 164, yang termasuk dalam kategori “tidak sehat”. Polusi udara didominasi oleh partikel mikroskopis PM2.5 dengan konsentrasi mencapai 74,3 mikrogram per meter kubik, jauh di atas ambang batas aman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

 

Kategori “tidak sehat” menandakan udara dapat berdampak negatif terhadap kesehatan kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit pernapasan. Dalam kondisi ini, risiko iritasi saluran pernapasan, sesak napas, hingga pemicu asma meningkat signifikan.

 

IQAir memberikan rekomendasi agar masyarakat:

-          Mengurangi aktivitas luar ruangan

-          Menggunakan masker N95 saat berada di luar ruangan

-          Menutup jendela rumah untuk menghindari masuknya udara luar

-          Menggunakan air purifier di dalam ruangan untuk menjaga kualitas udara

 

Menurut peringkat IQAir, berikut daftar lima kota dengan udara paling tercemar pada Kamis pagi:

-          Kinshasa, Kongo-Kinshasa – AQI 193

-          Kampala, Uganda – AQI 162

-          Jakarta, Indonesia – AQI 164

-          Addis Ababa, Ethiopia – AQI 148

-          Manama, Bahrain – AQI 127

 

Kondisi ini menjadi perhatian serius, mengingat sebelumnya Jakarta sempat beberapa kali masuk 10 besar, namun kini kembali berada di posisi yang mengkhawatirkan.

 

PM2.5 adalah partikel polutan dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini dapat masuk ke dalam paru-paru bahkan menembus aliran darah, menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serius, seperti:

-          Infeksi saluran pernapasan atas dan bawah

-          Asma dan bronkitis kronis

-          Penyakit jantung dan pembuluh darah

-          Peningkatan risiko kanker paru

 

WHO menyatakan bahwa tidak ada tingkat paparan PM2.5 yang dianggap “aman”, terutama jika terpapar secara rutin dalam jangka panjang.

 

Sebagai bentuk pengawasan dan peningkatan informasi publik, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah meluncurkan platform pemantau kualitas udara terintegrasi. Platform ini menggunakan data dari 31 titik Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh Jakarta, dan diakses melalui website resmi DLH.

 

Platform ini mengintegrasikan data dari DLH Jakarta, BMKG, World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Vital Strategies, untuk memberikan informasi kualitas udara secara real-time.

 

Meski pemantauan telah ditingkatkan, pengendalian sumber polusi tetap menjadi tantangan utama. Sumber utama PM2.5 di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor, aktivitas industri, pembakaran terbuka, serta faktor meteorologis yang memperparah penumpukan polutan.

 

Kondisi hari ini menjadi peringatan serius bahwa polusi udara bukan hanya masalah estetika atau kenyamanan, tetapi menyangkut hak dasar atas udara bersih dan kesehatan masyarakat. Pemerintah, pelaku industri, dan warga harus bergerak bersama menuju solusi jangka panjang, mulai dari transportasi berkelanjutan hingga pelarangan pembakaran terbuka dan pemantauan emisi industri.

 

"Udara bersih adalah hak semua orang, bukan kemewahan," demikian pesan yang digaungkan banyak aktivis lingkungan di tengah lonjakan polusi ini.