Perahu Layar Sangiang Bima, Tradisi Budaya yang Sarat Dengan Nilai Spiritual dan Mistis

Lomba Perahu Layar di Sangiang Kabupaten Bima, NTB
Sumber :
  • Juwair Saddam/ VIVA Bali

Ukuran perahu biasanya lebih kecil dan ramping. Panjang perahu 7 sampai 9 meter, lebar 54 cm, tinggi badan perahu 65 cm dan tinggi tiang 7 meter. Satu perahu bisa menghabiskan dana sampai Rp 30 lebih juta. Biayanya lebih mahal karena kualitas kayu. Belum lagi upah pekerja, harga cet, dan kebui lain. 

Perahu Layar terbuat dari kayu-kayu ringan, kuat dan tahan lama. Sementara untuk cadik dari bambu ukuran besar yang hanya bisa didapat di tempat tertentu. Sementara layar terbuat dari terpal dan dua batang bambu dibentuk segitiga. Berdasarkan ketentuan panitia, bentangan layar berukuran tinggi 10 meter dan lebar 10 meter.

"Kayu-kayu ini dibeli dari luar daerah," katanya.

Setelah pembuatan selesai, pemilik perahu melakukan proses ritual menggunakan dua biji kemiri (jenis laki-laki dan perempuan) dan satu asam berbiji tiga yang sudah dihaluskan. Selanjutnya dioleskan pada beberapa bagian perahu yang dilakukan oleh pelepas.

Ritual biji kemiri dan asam ini diyakini sebagai simbol dua kalimat yakni, Audzubillahiminasyaitonirojim dan Bismillahirohmanirohim. Tujuannya, meminta perlindungan dari setan dan jin serta perbuatan jahat manusia.

"Kita perlu berdoa untuk meminta keberkahan dan keselamatan. Soal menang dan kalah itu ketentuan sang Maha Kuasa," kata salah satu Tokoh Agama, H Yasin atau dikenal dengan nama Abu Lenggo asal Desa Sangiang. Abu Lenggo juga dikenal pelepas Perahu Layar.

Uniknya, kompetisi Perahu Layar tidak sembarangan digelar. Lomba ini hanya bisa diadakan pada kondisi tertentu. Pastinya, disaat kondisi cuaca ekstrem. Angin kencan dan gelombang tinggi sangat mendukung kelancaran kompetisi ini.