Sekolah Denda Pengantin Viral Rp 2 Juta, Begini Penilaian Pakar Pendidikan

Ilustrasi pernikahan anak perempuan usia 15 tahun di Lombok Tengah
Sumber :
  • Dok ANTARA/HO-ChatGPT /VIVA Bali

Lombok Tengah, VIVA Bali – Guru Besar FKIP Universitas Mataram (Unram), Prof. H. Mahyuni menilai bahwa pemberian denda sebesar Rp 2 juta kepada siswi yang menikah dini di SMPN 1 Praya Timur merupakan upaya sekolah untuk mencegah terjadinya pernikahan anak. 

"Kita harus hargai peraturan sekolah, yang jelas itu bagian dari aturan yang kita sebut sebagai Awik-awik, ya. Jadi Awik-awik itu norma yang disepakati pada lingkup tertentu. Bisa jadi secara khusus sekolah itu menerapkan atau di wilayah itu menerapkan," kata Prof. H. Mahyuni eksklusif kepada Bali.viva.co.id, Jumat, 20 Juni 2025.

Menurutnya, pemberian denda Rp 2 juta tersebut bisa disebut pungutan liar (pungli) jika bersifat insidentil atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja.

Sedangkan yang dilakuan oleh pihak SMPN 1 Praya Timur tersebut merupakan kesepakatan dengan komite sekolah yang terdiri dari orangtua siswa dan tokoh masyarakat. Aturan denda itu juga sudah disosialisasikan di tiap tahun ajaran baru dan sudah berlaku sejak lama. 

"Kalau sudah tersosialisasi dengan baik kan itu jadi risiko bagi yang melanggar. Kalau yang namanya norma itu kan harus dipatuhi. Kan ini bukan kehendak kepala sekolah sendiri. Itu adalah aturan lokal yang perlu kita hargai," imbuhnya.

Di sisi lain, dia menilai bahwa pencegahan perkawinan anak ini harus dimasukkan ke dalam sistem pendidikan. Karena itu, dia mendorong terbentuknya konten lokal atau kurikulum muatan lokal tentang pencegahan perkawinan anak karena merupakan nilai budaya yang sangat prinsip dan perlu difahami bersama oleh seluruh lapisan masyarakat. 

"Pemda punya kreasi kalau hal seperti itu. Jadi mengundang tokoh masyarakat berdiskusi panjang untuk sampai pada solusi terbaik dalam bentuk misalnya muatan lokal. Haru ada begitu," katanya.