Ritual Bulan di Bali, Makna Suci Upacara Purnama dan Tilem
- Sumber: https://baliinstitute.com/blog/purnama-tilem-moon-ceremonies-bali/
Gumi Bali, VIVA Bali –Di pulau Bali, kehidupan spiritual masyarakat Hindu sangat erat kaitannya dengan siklus bulan. Dua momen penting yang dirayakan setiap bulan adalah Purnama dan Tilem. Purnama terjadi saat bulan purnama, sementara Tilem jatuh pada malam bulan baru. Kedua hari ini dianggap sakral dan memiliki makna spiritual yang mendalam. Purnama menjadi waktu untuk bersyukur dan merayakan kelimpahan berkah, sedangkan Tilem menjadi momen refleksi diri dan pembersihan batin.
Dalam kepercayaan Hindu Bali, Purnama dipersembahkan untuk Sang Hyang Chandra (dewa bulan), dan Tilem untuk Sang Hyang Surya (dewa matahari). Keduanya adalah simbol dari Sang Hyang Rwa Bhinneda, yang terdiri dari Sang Hyang Suryda dan Chandra.
Saat senja menjelang Purnama atau Tilem, pura-pura di seluruh Bali mulai dipenuhi oleh umat yang membawa canang sari, yaitu persembahan kecil yang terdiri dari bunga, beras, dan dupa. Suasana khusyuk menyelimuti pura saat doa-doa dipanjatkan. Pada malam Purnama, upacara seringkali diramaikan dengan tarian, musik, dan ritual gembira yang merayakan cahaya. Sementara itu, Tilem biasanya lebih hening dan bersifat introspektif, menjadi saat yang tepat untuk melepaskan energi negatif dan menyucikan diri.
Pura besar seperti Uluwatu, Besakih, atau pura-pura di Ubud menjadi pusat kegiatan spiritual saat perayaan ini berlangsung. Namun, justru di pura-pura kecil di desa-desa, suasana sakral terasa lebih intim dan penuh makna. Wisatawan yang ingin merasakan pengalaman spiritual yang lebih autentik dianjurkan untuk mengikuti upacara di lingkungan masyarakat lokal, di mana mereka dapat menyaksikan langsung bagaimana ritual ini dijalankan dengan khidmat.
Merayakan Purnama dan Tilem di Bali bukan sekadar menyaksikan tradisi kuno, tetapi juga meresapi nilai-nilai spiritual yang mengajarkan keseimbangan dalam hidup. Di bawah cahaya bulan yang terang atau langit gelap yang tenang, masyarakat Bali diajak untuk selalu menjaga keharmonisan dengan alam, sesama, dan diri sendiri. Dua malam suci ini menjadi pengingat bahwa dalam setiap gelap, ada terang; dan dalam setiap akhir, selalu ada awal yang baru.