Fenomena Brainrot di Media Sosial, Ancaman Serius bagi Generasi Muda

Wanita yang mengalami kelelahan bermain media sosial
Sumber :
  • https://unsplash.com

Lifestyle, VIVA BaliFenomena brainrot kini menjadi perhatian serius di era digital. Istilah ini merujuk pada menurunnya kemampuan berpikir kritis akibat paparan berlebihan terhadap konten instan seperti video pendek dan meme. Baru-baru ini, istilah “brainrot” menjadi perbincangan hangat di platform seperti TikTok, Instagram, dan X (Twitter), terutama di kalangan remaja dan mahasiswa.

Apa Itu Brainrot?

Brainrot menggambarkan kondisi di mana otak terbiasa menerima informasi singkat dan cepat, sehingga sulit memahami atau menganalisis materi yang lebih panjang atau mendalam. Menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), penggunaan internet nasional mencapai 78,19% pada tahun 2023, dengan dominasi pengguna berasal dari generasi Z dan milenial. Sementara itu, menurut Kominfo, jumlah pengguna internet aktif di Indonesia lebih dari 221 juta jiwa pada awal 2024.

Dampak Brainrot terhadap Generasi Muda

Menurut Kepala Ahli Bedah Amerika Serikat Vivek Murthy , remaja yang menghabiskan lebih dari 3 jam per hari di media sosial berisiko dua kali lebih besar untuk mengalami gejala kecemasan dan depresi. Selain itu, studi terbaru dari University of California, San Francisco (UCSF) menunjukkan bahwa kenaikan penggunaan media sosial dapat mengakibatkan gejala depresi pada anak usia pra-remaja (9–13 tahun) sebanyak 35% selama tiga tahun.

Faktor Pendorong Brainrot

Beberapa faktor memicu fenomena brainrot, antara lain:

1. Algoritma media sosial yang terus menampilkan konten serupa secara berkepanjangan.

2. Kurangnya literasi digital yang membuat pengguna konsumtif dalam memilih konten.

3. Kondisi “scroll tanpa henti” yang sulit dihentikan, terutama pada pelajar dan mahasiswa.

Upaya Mengatasi Brainrot

Berikut ini langkah – langkah untuk meredam dampak negatif brainrot:

1. Digital detox – Membatasi penggunaan media sosial maksimal 1–2 jam per hari.

2. Konsumsi konten edukatif – Mengikuti akun yang menyajikan informasi bermutu.

3. Aktivitas pengganti – Membaca, olahraga, menulis jurnal untuk meningkatkan fokus.

4. Gunakan fitur batas waktu – Banyak aplikasi kini memiliki pengingat penggunaan harian.

5. Rencana media keluarga – Mengatur waktu penggunaan gawai terutama saat malam hari.

Fenomena brainrot merupakan tantangan serius di era digital yang menuntut respons cepat dan bijak. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat melemahkan kemampuan berpikir generasi muda. Melalui literasi digital, pengaturan waktu penggunaan media sosial, dan upaya aktif dari keluarga serta pemerintah, media sosial dapat kembali menjadi alat yang positif dan edukatif.