Radang Usus Bisa Berujung Kematian, Kenali Gejalanya Sebelum Terlambat!

Miniatur organ tubuh manusia.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/pink-and-white-heart-shaped-candy-7722921/

Kesehatan, Viva Bali – Radang usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) mungkin terdengar seperti masalah pencernaan biasa. Namun, nyatanya penyakit ini merupakan kondisi serius yang bisa memengaruhi kualitas hidup bahkan berujung pada komplikasi mematikan jika tidak ditangani dengan tepat.

 

Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD-KGEH, FACG, FASGE, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari RS Abdi Waluyo, menjelaskan bahwa IBD merupakan kelompok penyakit autoimun yang menyerang usus kecil dan besar.

 

“IBD perlu perhatian khusus karena dapat memberikan dampak negatif yang besar terhadap kesehatan pasien,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025, dikutip dari Antara.

 

Menurut Journal of Inflammation Research, IBD disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang justru menyerang saluran pencernaan. Gejala paling umum adalah diare berkepanjangan, yang sering disalahartikan sebagai diare biasa.

 

Selain itu, penderita juga bisa mengalami:

-          Nyeri perut berulang

-          Perubahan pola buang air besar

-          Buang air besar berdarah

-          Penurunan berat badan drastis

 

“Penyakit ini umumnya terdiagnosis pada usia dewasa muda, yang tentu dapat memengaruhi produktivitas kerja mereka,” jelas Marcellus.

 

IBD terbagi menjadi tiga jenis: Ulcerative Colitis (UC), Crohn’s Disease (CD), dan Colitis Indeterminate (Unclassified).

-          Pada penderita UC, risiko komplikasi yang dapat muncul antara lain toxic megacolon (pembengkakan usus besar berbahaya), perforated colon (usus besar berlubang), dehidrasi berat, hingga kanker usus besar.

-          Sedangkan penderita CD bisa mengalami sumbatan pada usus, malnutrisi, fistula, hingga robekan pada jaringan anus (fissura anal).

 

“Jika dibiarkan, kedua jenis penyakit ini bisa memicu penggumpalan darah, peradangan kulit, mata, sendi, dan komplikasi berat lainnya,” tegas Marcellus.

 

IBD dapat didiagnosis melalui kombinasi wawancara keluhan pasien, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut meliputi analisis feses, pemeriksaan darah, radiologi (CT scan dan MRI abdomen), hingga endoskopi saluran cerna.

 

“Setelah terdiagnosis, pasien harus dinilai tingkat keparahannya dengan sistem skoring. Ini penting untuk menentukan strategi terapi yang paling efektif,” jelas Marcellus.

 

Masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini mendorong RS Abdi Waluyo mendirikan IBD Center, sebuah pusat layanan yang berfokus pada penanganan komprehensif bagi penderita radang usus.

 

“Kami membentuk pusat khusus yang menghadirkan tim multidisiplin, mulai dari spesialis gastroenterologi, bedah digestif, nutrisi, hingga perawatan psikososial,” ungkap dr. Sutrisno T. Subagyo, Sp.PD-JP, Pendiri Utama RS Abdi Waluyo.

 

IBD Center juga akan berkolaborasi dengan R. Simadibrata Gastroenterology Hepatology Center serta menjalin kerja sama internasional dengan University of Chicago untuk memperluas inovasi dalam bidang penanganan penyakit saluran pencernaan.

 

“Dengan adanya pusat ini, kami berharap pasien bisa mendapatkan akses layanan yang cepat, tepat, dan komprehensif sehingga angka komplikasi dapat ditekan,” tambah Sutrisno.

 

Radang usus kerap muncul dengan gejala yang samar dan sering dianggap sepele. Padahal, penanganan dini dapat mencegah komplikasi yang lebih berat. Jika Anda mengalami gejala seperti diare berkepanjangan, buang air besar berdarah, atau nyeri perut berulang, segera periksakan diri ke dokter.

 

“Jangan tunggu sampai terlambat. Penanganan yang tepat sejak dini dapat meningkatkan kualitas hidup penderita IBD,” tutup Marcellus.