Menelusuri Fenomena Toxic Productivity, Mengapa Kita Selalu Ingin Sibuk?
- https://unsplash.com/photos/man-in-white-dress-shirt-sitting-on-chair-sONG2zYx3kQ
Lifestyle, VIVA Bali – Sudah sifat naluriah manusia untuk tidak gampang puas terhadap sesuatu. Terlebih di zaman yang sangat kompetitif ini, setiap orang berusaha untuk selalu berjalan tanpa jeda dalam kehidupan. Orang-orang yang takut ketinggalan atau tidak siap menghadapi kegagalan membuat mereka selalu menyibukan diri mereka sendiri tanpa memberikan waktu bagi tubuh untuk istirahat.
Tren media sosial yang selalu bergulir dan penggunanya yang berbondong-bondong memposting pencapaian dan meromantisasi sebuah kesibukan membuat banyak orang terpengaruh untuk selalu bekerja maupun belajar tanpa henti. Banyak yang menjadikan kesibukan dan pekerjaan overload tersebut menjadi sebuah prestasi.
Namun, tahukah kalian jika dengan romantisasi kesibukan tersebut juga datang segudang dampak negatif?
Ketika Istirahat Dianggap Malas, Kenali Apa Itu Toxic Productivity!
Terdapat sebuah kondisi yang disebut sebagai “Toxic Productivity”, dikutip dari laman halodoc toxic productivity merupakan sebuah keinginan tidak sehat saat seseorang ingin selalu tetap sibuk dan produktif. Mereka akan merasa bersalah jika tidak melakukan apa-apa, mereka juga selalu merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka. Dampaknya, orang dengan kondisi ini jadi kehilangan waktu yang seharusnya bisa mereka alokasikan ke hal berguna lainya. Mulai dari waktu bermain, waktu bersama keluarga, bahkan waktu untuk beristirahat.
Mengapa kita selalu ingin sibuk?
Kecenderungan toxic productivity ini bisa disebabkan oleh fenomena hustle culture yaitu sebuah tren dimana orang berusaha untuk selalu bekerja dan produktif dibanding hal lainnya. Hustle culture menanamkan sebuah mindset bahwa dengan selalu sibuk dapat menjadi jalan pintas terhadap kesuksesan. Peristiwa hustle culture tersebut juga dilanggengkan dengan konten media sosial yang menjadikan kesibukan sebagai sebuah pencapaian.