Teror Matahari di Negeri Sakura, Gelombang Panas Renggut Korban Jiwa

Ilustrasi warga Jepang sedang memakai payung.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/two-women-wearing-traditional-dresses-standing-near-house-1279309/

Lifestyle, VIVA Bali – Musim panas belum mencapai puncaknya, namun Jepang sudah terhuyung di bawah teriknya matahari. Suhu ekstrem menyelimuti sejumlah wilayah, dan dampaknya langsung terasa, satu orang meninggal dunia, ratusan lainnya jatuh sakit, dan rumah-rumah sakit mulai kewalahan menerima pasien dengan gejala sengatan panas.

Kamis (20/6) menjadi hari yang berat bagi warga Tokyo. Menurut laporan NHK, sebanyak 100 orang berusia antara 11 hingga 97 tahun harus dilarikan ke rumah sakit hanya dalam sehari. Mereka diduga mengalami heatstroke, kondisi serius akibat suhu tubuh yang meningkat drastis karena paparan panas berlebihan.

Tak jauh dari Tokyo, kabar duka datang dari Kota Ikeda, Prefektur Osaka. Seorang lansia berusia 90-an meninggal dunia karena diduga tak kuat menghadapi suhu panas ekstrem. Di Tokyo sendiri, tiga orang dilaporkan dalam kondisi kritis, sementara dua lansia lain yang meninggal awal bulan ini juga diperkirakan menjadi korban dari gelombang panas mematikan.

Fenomena suhu tinggi tak hanya melanda Tokyo dan Osaka. Kota Kofu di wilayah tengah Jepang, Takasaki di Prefektur Gunma, serta Shizuoka di pesisir selatan ikut mencatat suhu yang menyentuh dan bahkan melebihi 35°C. Bagi warga, ini bukan sekadar cuaca panas biasa, melainkan kondisi yang bisa mematikan dalam hitungan jam jika tidak diwaspadai.

Media lokal Asahi Shimbun pada Selasa (18/6) juga melaporkan bahwa sedikitnya empat orang meninggal di wilayah Kanto akibat dugaan sengatan panas, memperlihatkan bagaimana fenomena ini bukan lagi insiden terisolasi, melainkan ancaman luas dan nyata.

Sengatan panas (heatstroke) menjadi ancaman paling mematikan bagi kelompok rentan khususnya lansia, anak-anak, dan orang dengan penyakit penyerta. Banyak di antara mereka tinggal di rumah-rumah tanpa pendingin udara. Tak sedikit pula yang tinggal sendiri, membuat pertolongan datang terlambat saat kondisi tubuh mulai memburuk.

“Cuaca seperti ini sangat membahayakan. Bahkan orang dewasa yang sehat pun bisa kolaps jika terlalu lama di luar tanpa perlindungan,” ujar seorang tenaga medis di Tokyo.