Dari Noken hingga Lukisan Ludah Pinang Tanah Papua
- https://unsplash.com/id/foto/wanita-dengan-syal-merah-dan-kemeja-bergaris-hitam-dan-putih-sxynOg9GT9o?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
Budaya, VIVA Bali – Papua bukan hanya surga bagi keindahan alamnya, tapi juga ladang subur bagi kreativitas yang lahir dari akar budaya. Di tanah yang dipeluk gunung dan danau ini, masyarakatnya tak berhenti mencipta bukan dengan mesin, melainkan dengan tangan dan makna.
Dalam penelitian "Papua Surga Industri Kreatif Berbasis Budaya" karya Efa Rubawati Syaifuddin dan Saiful Umam mengungkap bagaimana dua karya tradisional yakni Noken dan lukisan ludah pinang. Keduanya menjadi bukti hidup bahwa tradisi bisa bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi dan kebanggaan identitas.
Kasih dan Kemandirian
Di banyak kampung Papua, perempuan tampak duduk di beranda rumah, tangannya tak pernah diam. Mereka memintal serat-serat pohon menjadi Noken, tas serbaguna yang kini mendunia. Namun di balik bentuknya yang sederhana, tersimpan filosofi kehidupan orang Papua. Tentangkerja keras, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial.
Dalam jurnal tersebut, Syaifuddin menulis bahwa Noken dibuat dari bahan alami seperti serat Gnetum gnemon atau kulit pohon Ficus. Setiap helai dijemur, dipilin, lalu dirajut tanpa bantuan alat modern. “Prosesnya tidak hanya teknis, tetapi juga spiritual,” tulisnya, “karena setiap Noken membawa doa dan harapan bagi keluarga.”
Bagi perempuan Papua, Noken bukan sekadar tas. Ia melambangkan peran sebagai ibu dan penjaga kehidupan. Dalam upacara adat, Noken bahkan digunakan untuk membawa hasil bumi, bayi, atau persembahan. Menandai betapa eratnya benda ini dengan siklus hidup masyarakat.