Dari Noken hingga Lukisan Ludah Pinang Tanah Papua
- https://unsplash.com/id/foto/wanita-dengan-syal-merah-dan-kemeja-bergaris-hitam-dan-putih-sxynOg9GT9o?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
Kini, di tangan generasi muda, Noken berkembang menjadi ikon industri kreatif. Motif-motif khas Papua disulamkan pada desain modern seperti ransel, tas selempang, dompet, hingga suvenir. Di pasar Jayapura dan Wamena, Noken menjadi produk unggulan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan. Perubahan ini menunjukkan bagaimana tradisi dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan ruhnya.
Seni dari Mulut
Jika Noken adalah karya yang lahir dari tangan, maka lukisan ludah pinang adalah ekspresi yang keluar dari napas. Seni ini terbilang unik sebab hanya ditemukan di Papua. Ia berawal dari kebiasaan mengunyah sirih pinang, tradisi sosial yang akrab dalam kehidupan sehari-hari. Warna merah yang dihasilkan dari campuran pinang, sirih, dan kapur kemudian dimanfaatkan sebagai pewarna alami untuk melukis.
Syaifuddin & Umam mencatat bahwa seniman Papua memanfaatkan bahan ini sebagai medium ekspresi baru. Bersufat spontan, penuh energi, dan autentik. Dengan jari, kuas, bahkan dengan cipratan ludah pinang langsung, mereka menciptakan pola dan bentuk yang merepresentasikan identitas lokal dan semangat kebebasan.
Motif-motifnya sering kali menggambarkan burung cenderawasih, wajah manusia, atau simbol-simbol mitologis. Warna merah pekat dari ludah pinang menonjol di atas latar putih yang menghadirkan kesan kuat, nyaris menyerupai simbol perjuangan.
Yang menarik, seni ini tumbuh di luar ruang galeri konvensional. Banyak pelukisnya berasal dari komunitas muda atau seniman jalanan yang menggunakan ludah pinang sebagai bentuk perlawanan terhadap standar seni modern. Dari pinggir jalan Jayapura hingga pameran seni nasional, lukisan ini kini mulai mendapat tempat dan apresiasi tinggi. "Lukisan ludah pinang adalah simbol keberanian,” tulis para peneliti, “keberanian untuk mengakui asal-usul dan menjadikan tradisi sebagai sumber daya kreatif.”