Keindahan dan Makna di Setiap Lengkung Penjor Bali
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Penjor_Galungan_Ubud_Bali_20120906b.jpg
Tradisi, VIVA Bali –Penjor adalah tiang bambu tinggi penuh ornamen yang dipasang di depan rumah, pura, atau pekarangan masyarakat Hindu Bali sebagai bagian integral dari perayaan Galungan dan Kuningan. Seperti dijelaskan dalam panduan budaya Bali, penjor tak sekadar dekorasi — pemasangannya merupakan manifestasi swadharma, yaitu kewajiban batin untuk menyatakan syukur dan kecintaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas anugerah-Nya.
Makna penjor sangat kaya. Dinas Kebudayaan Buleleng menyebut bahwa penjor merupakan simbol naga Basuki, melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Penjor juga mewakili gunung suci, yang dianggap sebagai tempat kedudukan Tuhan dalam manifestasi alam. Dalam tradisi, bambu, janur, buah-buahan, dan hasil bumi yang digantung pada penjor memiliki arti religius: masing-masing unsur mewakili getaran atau vibrasi dewa tertentu dalam kosmologi Bali.
Penjor umumnya dipasang pada hari Penampahan Galungan, sehari sebelum Galungan diperingati, sebagai pertanda kemenangan umat manusia melawan sifat negatif dalam dirinya. Pemasangan selepas pukul 12 siang mengandung makna bahwa umat telah berhasil menaklukkan hawa nafsu, ego, dan pikiran yang kotor, lalu memasang penjor sebagai simbol kemenangan spiritual.
Dari aspek visual, penjor adalah karya seni alam. Menurut Bali.com, tiang bambu itu dibentuk melengkung, seolah merangkul langit, dan dihias dengan janur, kain kuning-putih, buah, tebu, dan hiasan lainnya. Elemen-elemen itu bukan sekadar estetika, tetapi representasi dari alam dan kesejahteraan. Janur untuk kesucian, buah dan padi untuk kemakmuran, serta bambu sebagai simbol alam dan ridha dewa.
Ada aspek komunitas yang turut membuat penjor punya nilai sosial tinggi. Proses pemasangan penjor dilakukan serentak di tiap rumah dan lingkungan adat. Jejeran penjor yang menghiasi jalan dan pekarangan menciptakan suasana festival yang menggugah kesadaran bersama. Para tetangga saling membantu dalam persiapan dan pemasangan tiang panjang ini, memperkuat rasa kebersamaan dalam komunitas.
Tantangan dalam mempertahankan tradisi penjor tidak kecil. Di beberapa tempat, fungsi penjor bergeser menjadi dekoratif semata, lebih menonjolkan keindahan tanpa memahami makna mendalamnya. Meski demikian, di Buleleng dan wilayah Bali lainnya tetap ada upaya meneguhkan makna sakral penjor, agar bukan hanya tiang bambu indah, tetapi simbol spiritual yang mengingatkan manusia pada tanggung jawab etis terhadap diri sendiri, sesama, dan alam.
Ketika Galungan tiba dan barisan penjor menggapai langit di sepanjang jalan desa, kita tak hanya menyaksikan hiasan bambu yang memukau mata. Kita menyaksikan simbol keyakinan, harapan, dan kemenangan rohani, bahwa dalam kehidupan, manusia diingatkan untuk tetap berdiri tegak, menghargai alam, dan merayakan kemenangan batin atas kegelapan pribadi.